Jumat, 30 September 2011

Orang Kaya dan seorang anaknya yang bijak

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung, dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin. Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin.

Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya.

‘ Bagaimana perjalanan kali ini?’

‘ Wah, sangat luar biasa Ayah’

‘ Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin’ kata ayahnya.

‘ Oh iya’ kata anaknya

‘ Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?’ tanya ayahnya.

Kemudian si anak menjawab.
‘ saya saksikan bahwa kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.

Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ketengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya.

Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.

Kita memiliki patio sampai ke! halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.

Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita.

Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya.

Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri.

Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi.’

Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.

Kemudian sang anak menambahkan ‘ Terimakasih Ayah, telah menunjukan kepada saya betapa miskinnya kita.

Gusti Allah Ora Sare...

Diceritakan oleh seorang sahabat dari milis kisahhikmah :

Malam telah larut saat saya meninggalkan kantor. Telah lewat pukul 11 malam.
Pekerjaan yang menumpuk, membuat saya harus pulang selarut ini. Ah, hari yang menjemukan saat itu. Terlebih, setelah beberapa saat berjalan, warna langit tampak memerah. Rintik hujan mulai turun. Lengkap sudah, badan yang lelah ditambah dengan "acara" kehujanan.Setengah berlari saya mencari tempat berlindung.

Untunglah, penjual nasi goreng yang mangkal di pojok jalan, mempunyai tenda sederhana. Lumayan, pikir saya. Segera saya berteduh,menjumpai bapak penjual yang sendirian, ditemani rokok dan lampu petromak yang masih menyala. Dia menyilahkan saya duduk. "Disini saja dik, daripada kehujanan…," begitu katanya saat saya meminta ijin berteduh. Benar saja, hujan mulai deras, dan kami makin terlihat dalam kesunyian yang pekat. Karena merasa tak nyaman atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, saya berkata, "tolong bikin mie goreng pak, di makan disini saja.

Sang Bapak tersenyum, dan mulai menyiapkan tungku apinya. Dia tampak sibuk.
Bumbu dan penggorengan pun telah siap untuk di racik. Tampaklah pertunjukkan sebuah pengalaman yang tak dapat diraih dalam waktu sebentar. Tangannya cekatan sekali meraih botol kecap dan segenap bumbu. Segera saja, mie goreng yang mengepul telah terhidang. Keadaan yang semula canggung mulai hilang. Basa-basi saya bertanya, "Wah hujannya tambah deras nih, orang-orang makin jarang yang keluar ya Pak?" Bapak itu menoleh kearah saya, dan berkata, "Iya dik, jadi sepi nih dagangan saya.." katanya sambil menghisap rokok dalam-dalam. "Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?" kata saya, "Wah, rezekinya jadi berkurang dong ya?"

Duh. Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja, tak banyak yang membeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu hanya akan membuat Bapak itu tambah sedih. Namun, agaknya saya keliru… "Gusti Allah, ora sare dik, (Allah itu tidak pernah istirahat), begitu katanya. "Rezeki saya ada dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini. Istri sama anak saya di kampung pasti dapat air buat sawah.
Yah, walaupun nggak lebar, tapi lumayan lah tanahnya." Bapak itu melanjutkan, "Anak saya yang disini pasti bisa ngojek payung kalau besok masih hujan…"

Degh. Dduh, hati saya tergetar. Bapak itu benar, "Gusti Allah ora sare". (Tuhan itu tidak pernah istirahat) Allah Memang Maha Kuasa, yang tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya. Saya rupanya telah keliru memaknai hidup. Filsafat hidup yang saya punya, tampak tak ada artinya di depan perkataan sederhana itu.
Maknanya terlampau dalam, membuat saya banyak berpikir dan menyadari kekerdilan saya di hadapan Tuhan.

Saya selalu berpikiran, bahwa hujan adalah bencana, adalah petaka bagi banyak hal. Saya selalu berpendapat, bahwa rezeki itu selalu berupa materi, dan hal nyata yang bisa digenggam dan dirasakan. Dan saya juga berpendapat, bahwa saat ada ujian yang menimpa, maka itu artinya saya cuma harus bersabar.

Namun saya keliru. Hujan, memang bisa menjadi bencana, namun rintiknya bisa menjadi anugerah bagi setiap petani. Derasnya juga adalah berkah bagi sawah-sawah yang perlu diairi. Derai hujan mungkin bisa menjadi petaka, namun derai itu pula yang menjadi harapan bagi sebagian orang yang mengojek payung, atau mendorong mobil yang mogok.

Hmm…saya makin bergegas untuk menyelesaikan mie goreng itu. Beribu pikiran tampak seperti lintasan-lintasan cahaya yang bergerak di benak saya. "Ya Allah, Engkau Memang Maha yang Tak Pernah Beristirahat" Untunglah,hujan telah reda, dan sayapun telah selesai makan. Dalam perjalanan pulang, hanya kata itu yang teringat, Gusti Allah Ora Sare ….. Gusti Allah Ora Sare…..

Begitulah, saya sering takjub pada hal-hal kecil yang ada di depan saya. Allah memang selalu punya banyak rahasia, dan mengingatkan kita dengan cara yang tak terduga. Selalu saja, Dia memberikan Cinta kepada saya lewat hal-hal yang sederhana. Dan hal-hal itu, kerap membuat saya menjadi semakin banyak belajar.

Dulu, saya berharap, bisa melewati tahun ini dengan hal-hal besar, dengan sesuatu yang istimewa. Saya sering berharap, saat saya bertambah usia, harus ada hal besar yang saya lampaui. Seperti tahun sebelumnya, saya ingin ada hal yang menakjubkan saya lakukan. Namun, rupanya tahun ini Allah punya rencana lain buat saya. Dalam setiap doa saya, sering terucap agar saya selalu dapat belajar dan memaknai hikmah kehidupan. Dan kali ini Allah pun tetap memberikan saya yang terbaik. Saya tetap belajar, dan terus belajar, walaupun bukan dengan hal-hal besar dan istimewa.

Rahasia Khusyuk Dalam Shalat

Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk sholatnya. Namun dia selalu khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyuk.
Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan sholat?"

Hatim berkata : "Apabila masuk waktu solat aku berwudhu’ zahir dan batin."

Isam bertanya, "Bagaimana wudhu’ zahir dan batin itu?"

Hatim berkata, "Wudhu’ zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu’ dengan air.
Sementara wudhu’ batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :-
1. Bertaubat
2. Menyesali dosa yang dilakukan
3. Tidak tergila-gilakan dunia
4. Tidak mencari / mengharap pujian orang (riya’)
5. Tinggalkan sifat berbangga
6. Tinggalkan sifat khianat dan menipu
7. Meninggalkan sifat dengki

Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku bersiap shalat dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahwa aku seolah-olah berdiri di atas titian ‘Sirratul Mustaqim’ dan aku menganggap bahwa shalatku kali ini adalah shalat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik.
Setiap bacaan dan doa dalam shalat ku fahami maknanya, kemudian aku ruku’ dan sujud dengan tawadhu’, aku bertasyahud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas.

Beginilah aku bershalat selama 30 tahun."
Tatkala Isam mendengar, menangislah dia karena membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan Hatim.

Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.


Sumber : Kisah Penuh Hikmah

Nenek Pemungut Daun

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.

Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.
Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.

Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

"Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."


Sumber : Kisah-kisah Hikmah

Ketika Tirai Tertutup

Ketika mendengar sebuah berita "miring" tentang saudara kita, apa reaksi kita pertama kali ? Kebanyakan dari kita dengan sadarnya akan menelan berita itu, bahkan ada juga yang dengan semangat meneruskannya kemana-mana.

Kita ceritakan aib saudara kita, sambil berbisik, "sst! ini rahasia lho!". Yang dibisiki akan meneruskan berita tersebut ke yang lainnya, juga sambil berpesan, "ini rahasia lho!"

Kahlil Gibran dengan baik melukiskan hal ini dalam kalimatnya, "jika kau sampaikan rahasiamu pada angin, jangan salahkan angin bila ia kabarkan pada pepohonan."

Inilah yang sering terjadi. Saya memiliki seorang rekan muslimah yang terpuji akhlaknya. Ketika dia menikah saya menghadiri acaranya. Beberapa minggu kemudian, seorang sahabat mengatakan, "saya dengar dari si A tentang "malam pertamanya" si B." Saya kaget dan saya tanya, "darimana si A tahu?" Dengan enteng rekan saya menjawab, "ya dari si B sendiri! Bukankah mereka kawan akrab…"

Masya Allah! rupanya bukan saja "rahasia" orang lain yang kita umbar kemana-mana, bahkan "rahasia kamar" pun kita ceritakan pada sahabat kita, yang sayangnya juga punya sahabat, dan sahabat itu juga punya sahabat.

Saya ngeri mendengar hadis Nabi : "Barang siapa yang membongkar-bongkar aib saudaranya, Allah akan membongkar aibnya. Barangsiapa yang dibongkar aibnya oleh Allah, Allah akan mempermalukannya, bahkan di tengah keluarganya."

Fakhr al-Razi dalam tafsirnya menceritakan sebuah riwayat bahwa para malaikat melihat di lauh al-mahfudz akan kitab catatan manusia. Mereka membaca amal saleh manusia. Ketika sampai pada bagian yang berkenaan dengan kejelekan manusia, tiba-tiba sebuah tirai jatuh menutupnya. Malaikat berkata, "Maha Suci Dia yang menampakkan yang indah dan menyembunyikan yang buruk."

Jangan bongkar aib saudara kita, supaya Allah tidak membongkar aib kita. "Ya Allah tutupilah aib dan segala kekurangan kami di mata penduduk bumi dan langit dengan rahmat dan kasih sayang-Mu, Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah"


Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.


Sumber : Kisah-kisah Penuh Hikmah

Ketika Tirai Tertutup

Ketika mendengar sebuah berita "miring" tentang saudara kita, apa reaksi kita pertama kali ? Kebanyakan dari kita dengan sadarnya akan menelan berita itu, bahkan ada juga yang dengan semangat meneruskannya kemana-mana.

Kita ceritakan aib saudara kita, sambil berbisik, "sst! ini rahasia lho!". Yang dibisiki akan meneruskan berita tersebut ke yang lainnya, juga sambil berpesan, "ini rahasia lho!"

Kahlil Gibran dengan baik melukiskan hal ini dalam kalimatnya, "jika kau sampaikan rahasiamu pada angin, jangan salahkan angin bila ia kabarkan pada pepohonan."

Inilah yang sering terjadi. Saya memiliki seorang rekan muslimah yang terpuji akhlaknya. Ketika dia menikah saya menghadiri acaranya. Beberapa minggu kemudian, seorang sahabat mengatakan, "saya dengar dari si A tentang "malam pertamanya" si B." Saya kaget dan saya tanya, "darimana si A tahu?" Dengan enteng rekan saya menjawab, "ya dari si B sendiri! Bukankah mereka kawan akrab…"

Masya Allah! rupanya bukan saja "rahasia" orang lain yang kita umbar kemana-mana, bahkan "rahasia kamar" pun kita ceritakan pada sahabat kita, yang sayangnya juga punya sahabat, dan sahabat itu juga punya sahabat.

Saya ngeri mendengar hadis Nabi : "Barang siapa yang membongkar-bongkar aib saudaranya, Allah akan membongkar aibnya. Barangsiapa yang dibongkar aibnya oleh Allah, Allah akan mempermalukannya, bahkan di tengah keluarganya."

Fakhr al-Razi dalam tafsirnya menceritakan sebuah riwayat bahwa para malaikat melihat di lauh al-mahfudz akan kitab catatan manusia. Mereka membaca amal saleh manusia. Ketika sampai pada bagian yang berkenaan dengan kejelekan manusia, tiba-tiba sebuah tirai jatuh menutupnya. Malaikat berkata, "Maha Suci Dia yang menampakkan yang indah dan menyembunyikan yang buruk."

Jangan bongkar aib saudara kita, supaya Allah tidak membongkar aib kita. "Ya Allah tutupilah aib dan segala kekurangan kami di mata penduduk bumi dan langit dengan rahmat dan kasih sayang-Mu, Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah"


Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.


Sumber : Kisah-kisah Penuh Hikmah

Sabtu, 12 Februari 2011

Roti gosong

Ketika aku masih anak perempuan kecil, ibu suka membuat sarapan dan makan malam. Dan suatu malam, setelah ibu sudah membuat sarapan, bekerja keras sepanjang hari, malamnya menghidangkan sebuah piring b eris i telur, saus dan roti panggang yang gosong di depan meja ayah.

Saya ingat, saat itu menunggu apa reaksi dari orang-orang di situ!

Akan tetapi, yang dilakukan ayah adalah mengambil roti panggang itu, tersenyum pada ibu, dan menanyakan kegiatan saya di sekolah. Saya tidak ingat apa yang dikatakan ayah malam itu, tetapi saya melihatnya mengoleskan mentega dan selai pada roti panggang itu dan menikmati setiap gigitannya!

Ketika saya beranjak dari meja makan malam itu, saya mendengar ibu meminta maaf pada ayah karena roti panggang yang gosong itu.

Dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang ayah katakan: "Sayang, aku suka roti panggang yang gosong."

Sebelum tidur, saya pergi untuk memberikan ciuman selamat tidur pada ayah. Saya bertanya apakah ayah benar-benar menyukai roti panggang gosong.

Ayah memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata, "Debbie, ibumu sudah bekerja keras sepanjang hari ini dan dia benar-benar lelah. Jadi sepotong roti panggang yang gosong tidak akan menyakiti siapa pun!"

Apa yang saya pelajari di tahun-tahun berikutnya adalah belajar untuk menerima kesalahan orang lain, dan memilih untuk merayakan perbedaannya - adalah satu kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat, bertumbuh dan abadi.

Sumber : Chicken soup for the soul

Tidak ada sesuatupun didunia ini yang selunak air

Tidak ada sesuatupun didunia ini yang selunak air


“Tidak ada sesuatupun didunia ini yang selunak air. Namun tidak ada yang mengunggulinya dalam mengalahkan yang keras. Yang lunak mengalahkan yang keras dan yang lembut mengalahkan yang kuat. Setiap orang tahu itu. Tapi sedikit saja yang mempraktikannya.”


Kisah:

Setelah mengetahui bahwa pembimbingnya, Chang Cong, sakit keras, Lao Tzu mengunjunginya. Terlihat jelas bahwa Chang Chong mendekati akhir hidupnya.
Chang Cong Bertanya…
“Guru, apakah Guru mempunyai kata-kata bijak terakhir untukku?”
Guru> “sekalipun kamu tidak bertanya aku pasti akan mengatakan sesuatu padamu,”
1. Kamu harus turun dari keretamu bila kamu melewati kota kelahiranmu.
Lao Tzu “ini berarti orang tidak boleh melupakan asalnya”
2. Bila kamu melihat pohon tinggi, kamu harus maju dan mengaguminya.
Lao Tzu “ini berarti saya harus menghormati orang yang lebih tua.”
“sekarang lihat dan katakan apakah kamu dapat melihat lidahku” kata Chang Cong, menundukan dagunya dengan susah payah.
“ya”
“Apakah kamu melihat gigiku?”
“tidak” tak ada gigi yang tersisa.”
“kamu tahu kenapa?”
“aku rasa,” kata Lao Tzu setelah berpikir sejenak, “lidah tetap ada karena lunak, gigi rontok karena mereka keras.
“ya anakku” itulah kebijaksanaan di dunia. Aku tidak punya apa-apa lagi untuk diajarkan kepadamu.”

Sumber : buku Dao De Jing

Konfusius Raja yang tidak Bermahkota

Konfusius menjadi bagian penting dari kesadaran nasional masyarakat China dan manjadi bagian dari kesadaran nasional masyarakat China.Seorang China mungkin memeluk Agama Buddha, Tao, Kristen, atau Islam, tetapi pada saat yang sama, dia tidak pernah berhenti menjadi seorang Konfusianis.




Konfusius bukanlah nama sebenarnya, itu adalah sebuah title atas kebaikannya, latinisasi dari “Kong Fuzi” yang berarti “Tuan Kong”


Seorang Guru Teladan


“Jika saya menjelaskan satu sudut dari suatu topic, saya mengharapkan dia dapat memahami ketiga sudut lainya sendiri. Jika dia tidak dapat melakukannya, saya akan menyuruhnya pergi.”


Dia memberitahu murid-muridnya,


“Yang paling mulia adalah orang yang lahir dengan kebijaksanaan. Berikutnya orang yang menjadi bijaksana melalui belajar. Berikutnya adalah mereka yang baru mau belajar setelah mengalami kesulitan hidup. Yang paling buruk adalah mereka yang tidak mau mencoba untuk belajar.”




“Kamu harus belajar seakan-akan kamu akan dapat menguasai apa yang telah kamu pelajari, dan memegangnya seakan-akan kamu takut kehilangannya.” Tetapi “belajar tanpa berpikir adalah usaha yang sia-sia; dan berpikir tanpa belajar adalah berbahaya”.

Sumber : buku kisah-kisah kebijaksanaan

Kepandaian seorang hakim

“Seseorang masih mempunyai harapan jika dia telah melakukan sesuatu yang buruk tetapi takut untuk diketahui.
Seseorang sudah tercela jika dia melakukan suatu hal yang bagus
tetapi supaya semua orang mengetahuinya.”


Kisah:



Suatu malam ada pencurian sejumlah besar uang di sebuah hotel. Polisi cepat-cepat menahan semua tersangka di hotel dan sekitarnya. Semuanya berjumlah lima belas orang. Tetapi tak seorang pun yang mengaku telah melakukan pencurian.

Pada sidang pertama hakim tidak mempunyai  cukup bukti  untuk menuntut seorang pun.  Kemudia dia mengumumkan bahwa di sebuah kuil di bagian utara ada sebuah bel kuningan yang sudah tua. Bel ini mempunyai kekuatan untuk mengungkapkan kebohongan.

Dia mengirim beberapa polisi untuk meminjam bel tersebut. Setelah bel itu dipasang di pengadilan, hakim membungkuk di depan bel dan secara serius memintanya untuk menjatuhkan keputusan dalam perkara ini. Kelima belas orang itu dihadapkan kepada bel itu. Setiap orang diharuskan untuk menyentuh bel itu dengan tangannya. Dia mengatakan bahwa jika seseorang itu tidak bersalah, bel tidak akan berbunyi ketika disentuh. Tetapi jika seseorang itu bersalah, bel itu akan berdering.

Kemudian semua lampu dimatikan dan ruangan pengadilan menjadi gelap. Satu persatu dari para tersangka berjalan menuju bel kuningan yang diletakan dibelakang sebuah layar dan meletakan tangan mereka di atasnya. Ketika bel tersebut tidak berbunyi, para hadirin di pengadilan menjadi kecewa karena berarti semua lulus tes itu.

Ketika lampu dinyalakan, hakim meminta mereka untuk menjulurkan tangan meraka. Diantara tangan-tangan yang hitam ada sepasang tangan yang bersih.

“kamu adalah pencuri itu,” kata hakim, menunjuk kepada pria yang tangannya bersih itu.
Sebelumnya hakim memerintahkan untuk melapisi bel tersebut dengan minyak&cat. Pencuri itu tidak berani menyentuhnya karena takut kejahatannya akan terungkap.

Pria itu, setelah ditangkap, mengakui telah melakukan pencurian tersebut.

Sumber : buku kisah-kisah kebijaksanaan

Beberapa pandang tentang Kualitas Pria Sejati:

Seorang pria sejati haruslah rendah hati, murah hati, berwawasan luas dan baik hati.

Seorang pria sejati mengerti apa yang adil dan benar; orang yang picik hanya nencari keuntungan.

Seorang pria sejati menolong sesamanya untuk menyadari potensi mereka dan tidak mengikuti temannya berbuat jahat; orang yang picik berbuat sebaliknya.

Seorang pria sejati khawatir tentang ketidakmampuannya, bukan apakah orang lain menghargai kemampuannya atau tidak.

Seorang pria sejati menuntut dirinya sendiri

Seorang pria sejati mempunyai lingkungan social yang luas;

Seorang pria sejati mula-mula akan mempraktekkan apa yang dia katakan, kemudian mengatakan apa yang dia praktekkan

Seorang pria sejati lambat berbicara tapi cepat dalam bertindak.

Kisah:


Pada suatu hari pada saat naik ke atas bukit. seorang guru menyuruh muridnya untuk mencari air, diatas gunung dalam perjalanan ia bertemu dengan harimau, setelah bertempur dengan hebat akhirnya dia berhasil membunuhnya dengan memegang ekornya.

Lalu ia memotong ekor dan membawanya ketika kembali membawa air, ia ingin segera menunjukan piala itu kepada gurunya. Tetapi pertama-tama ia bertanya.

“Guru bagaimanakah seorang yang hebat membunuh harimau?”
>”seorang yang hebat membunuh harimau dengan mengincar kepalanya” jawab sang guru.

“Bagaimana kalau orang biasa membunuh harimau?”
>”orang biasa membunuh harimau dengan mengincar telingannya.”

“Trus bagaimana kalau orang yang rendah membunuh harimau?”
>”orang yang rendah membunuh harimau dengan menarik ekornya.”

Murid itu sangat malu kemudian membuang ekor harimau itu. Lalu ia berpikir “mengapa guru mengirim saya untuk mencari air di gunung?” “bukankah guru mengetahui bahwa harimau tinggal di dataran tinggi? Guru pasti menginginkan  saya terbunuh.”

Maka dengan marah dia mengambil batu besar untuk membunuh gurunya. Namun murid itu bertanya kepada gurunya sebelum bertindak.

“Bagaimana seorang yang hebat membunuh seorang laki-laki?”
Gurunya menjawab
“Seorang yang hebat membunuh orang dengan penanya.”

>”bagaimana dengan orang biasa membunuh orang?”
“orang biasa membunuh orang dengan lidahnya”

>”bagaimana orang yang rendah membunuh orang ?”
“Orang yang rendah membunuh orang dengan sebuah batu dari belakang”

Murid itu berbalik karena malu dan membuang batu itu.

Sumber : buku kisah-kisah kebijaksanaan

Kamis, 10 Februari 2011

Si pelayan raja Koshrou

Pada zaman hidupnya Rasulullah, hiduplah seorang pemuda tampan bernama Sahib. Ia tinggal bersama ayah dan ibunya di Yaman dengan bahagia. Ayah Sahib adalah seorang pelayan raja Khosrou, seorang raja Iran di Yaman. Hingga suatu hari, tentara Romawi menyerang Yaman dan Sahib termasuk di antara tawanan Yaman yang dibawa ke kota Roma. Akhirnya, Sahib menjalani hidup sebagai seorang budak di Roma dan di sana ia berusaha untuk mengenali budaya dan ilmu orang-orang Romawi.

Pada suatu hari, datanglah seorang pedagang Arab ke Roma. Ketika ia melihat Sahib, dia langsung tertarik dan membeli pemuda tampan itu. Pedagang Arab yang bernama Abdullah ibni Jud’an itu merupakan salah satu hartawan Mekah dan Sahib pun dibawanya ke kota Mekah untuk dijadikan sebagai pelayan di rumahnya. Pada suatu hari, Sahib mendengar berita mengenai seruan Rasulullah kepada warga Mekah. Dia pun berusaha untuk mengenal agama baru ini dengan lebih mendalam. Sahib juga mendengarkan kata-kata dari pihak penentang Rasulullah dengan sikap objektif, namun dia mendapati bahwa pendapat mereka itu tak lebih dari kejahilan, fanatisme, dan kebencian terhadap Rasulullah. Akhirnya, pada satu hari tanpa sepengetahuan tuannya, Sahib pergi ke rumah Muhammad saaw.

Dengan penuh kehati-hatian karena khawatir terlihat oleh kaum musyrikin, Sahib melangkah menuju rumah Rasulullah. Menjelang sampai di sana, tampaklah olehnya Ammar bin Yasir, yang juga merupakan seorang budak. Ammar yang mengenali Sahib dan mengetahui keluasan pengetahuan budak itu, bertanya:

(Ammar): Wahai temanku Sahib, kemanakah engkau akan pergi?

(Sahib): Aku ingin ke rumah Muhammad. Aku ingin mengetahui lebih dalam tentang ajaran yang disampaikan olehnya.

(Ammar): Sahib, aku telah mendengar ucapannya. Percayalah, ada kekuatan besar di dalam jiwa dan nurani Muhammad. Kekuatan ini sedemikian besarnya sehingga ia dapat menarik semua manusia ke arahnya, kecuali mereka yang tidur dalam kelalaian.

(Narator): Ammar yang melihat betapa Sahib dengan penuh perhatian dan takjub menunggu kelanjutan kata-katanya, memegang tangan Sahib dan menatap mata temannya itu dalam-dalam.

(Ammar): Sahib, Muhammad mengatakan bahwa Tuhan itu esa dan hanya Dia yang layak disembah. Berhala hanyalah batu dan kayu semata. Muhammad berkata mengenai kasih sayang, saling mencintai, persahabatan, serta kejujuran. Dia berkata kebaikan hanya dapat dihasilkan di bawah naungan ketaatan pada Tuhan yang Esa. Berlandaskan kepada ayat-ayat Ilahi yang diturunkan kepadanya, Muhammad memberi nasihat supaya kita melepaskan diri dari kezaliman, kebohongan, pengkhianatan, peperangan, dan permusuhan. Muhammad menyeru manusia agar berpegang teguh kepada ajaran Islam yang merupakan agama penyelamat. Muhammad saw juga mengetahui hakikat sejarah zaman lampau, baik zaman Nabi Musa, Nabi Isa dan Maryam serta para nabi Ilahi lainnya. Marilah kita bersama-sama ke rumahnya dan aku akan membawamu kepadanya.

(Narator): Ammar bin Yasir kemudian membawa Sahib menemui Rasulullah saaw. Rasul menyambut kedatangan Sahib dengan penuh kehangatan dan keramahan. Wajah Rasulullah yang tenang dan menarik, kata-katanya yang memikat dan ayat-ayat wahyu yang indah, membuat jiwa dan nurani Sahib menjadi bergelora. Di saat matahari kian tenggelam, Sahib pun keluar dari rumah Rasulullah dengan wajah dan hati yang disinari cahaya keimanan. Sahib telah memeluk agama Islam. Tidak lama kemudian, Abdullah ibni Jud’an mengetahui bahwa budaknya telah masuk Islam. Ia menghampiri Sahib dengan kemarahan.

(Ibni Jud’an): Wahai Sahib, bukankah engkau pernah melihat kaisar Roma dan melihat istana besar Raja Khosrou?! Mengapa kini engkau bisa terpengaruh oleh kata-kata Muhammad?

(Narator): Sahib menjawab dengan suara yang penuh keyakinan dan keimanan: (Sahib): Kekuatan dan kekuasaan yang aku lihat dan aku dengar dari Muhammad tidak pernah kulihat di istana Kaisar Romawi maupun Raja Khosrou.

(Narator): Sahib pun disiksa oleh tuannya, sebagaimana kaum muslimin Mekah lainnya saat itu juga diganggu dan disiksa oleh orang-orang musyrik. Kemudian, Sahib berhasil bebas dari tuannya dan diapun berprofesi sebagai pedagang. Dari hasil perdagangannya, dia berhasil mengumpulkan sedikit harta. Ia kemudian mengambil keputusan untuk berhijrah ke Madinah seperti yang disarankan oleh Rasulullah saaw. Dengan berbekal sedikit harta, Sahib lalu memulai perjalanannya ke Madinah. Di tengah perjalanan, ia dihadang beberapa orang musyrik yang menunggang kuda dan bersenjata.

(Narator): Penunggang kuda itu berkata kepada Sahib dengan kasar:

(Penunggang kuda): Wahai Sahib, Abu Sufyan memerintahkan supaya kami mengembalikan engkau ke Mekah.

(Sahib): Katakan kepadanya bahwa aku tidak akan pulang.

(Penunggang kuda): Jika demikian, kami akan mengambil hartamu dan membawanya ke Mekah. Ketika itu, engkau terpaksa mengikuti kami.”

(Narator): Kemudian para penunggang kuda itu merebut tali unta dari tangan Sahib dan membawanya ke arah Mekah. Di punggung unta itu, terikat seluruh harta benda milik Sahib.  Sahib berteriak-teriak melampiaskan kemarahannya. Namun akhirnya ia terduduk tak berdaya. Ia merasa amat bingung. Haruskah ia kembali ke Mekah agar dapat memiliki lagi semua harta bendanya itu ataukah ia memelihara imannya dan meneruskan hijrah ke Madinah dengan tangan kosong?

Perlahan-lahan terdengar suara dari dalam hati Sahib yang menyadarkannya dari kegundahan. Sahib pun kembali teringat kepada suara Rasulullah yang dengan merdu menyampaikan ayat-ayat Ilahi. Ditatapnya dari kejauhan kaum musyrik penunggang kuda yang merebut untanya itu, yang semakin jauh melangkah ke arah Mekah. Namun Sahib telah menguatkan tekadnya. Ia mengambil keputusan untuk meneruskan langkah menuju Madinah dan berhijrah dengan penuh kepasrahan dan harapan atas rahmat Allah.

Sumber : www.irb.ir

Pembuat kendi dan pengrajin emas

Bertahun-tahun yang lampau di salah sebuah kota, tinggal seorang pengrajin emas dan seorang pembuat kendi. Perajin emas itu seorang materialis dan pecinta harta. Oleh sebab itu, dia senantiasa berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan harta dan kekayaan. Semua orang tahu bahwa dia tidak mengindahkan kejujuran.

Sebaliknya, pembuat kendi adalah seorang mukmin dan pekerja keras. Dia dicintai oleh masyarakat. Setiap orang yang memiliki problema akan datang meminta bantuannya. Si perajin emas berfikir, mengapa warga kota begitu menyintai pembuat kendi, padahal dia tidak memiliki harta benda. Menurutnya, cinta dan kasih sayang bisa diperoleh lewat tipu daya dan makar. Karena itu timbul rasa dengki si pengrajin emas terhadap pembuat kendi.

Pada salah satu hari, sewaktu petugas kota mengejar pencuri di pasar, si pengrajin emas melihat bahwa saat itu adalah momen yang tepat untuk menuntaskan dendamnya terhadap pembuat kendi. Oleh sebab itu, dia menunjuk si pembuat kendi dan berbohong dengan mengatakan: Saya melihat pencuri masuk ke rumah lelaki ini.

Petugas dengan segera memasuki rumah pembuat kendi dan ketika dia tidak menemukan tanda-tanda adanya pencuri, ia menyeret paksa pembuat kendi ke penguasa dan memintanya untuk menyerahkan si pencuri. Pembuat kendi bersumpah bahwa dia tidak mengetahui apa-apa. Tapi ada daya, ia tetap dijebloskan ke penjara. Selang beberapa hari kemudian, pencuri tersebut tertangkap dan sekaligus membuktikan bahawa pembuat kendi tidak bersalah. Diapun dibebaskan. Sebaliknya, pengrajin emas yang berbohong mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya.

Setelah peristiwa itu, si pengrajin emas itu bukan hanya tidak menyesal atas tindakannya, tetapi malah semakin dibakar oleh api kedengkian terhadap pembuat kendi. Apalagi, dia menyaksikan bahwa si pembuat kendi semakin dicintai oleh masyarakat.

Dengki dan hasad sedemikian membakar jiwa dan hatinya sehingga dia mengambil keputusan yang berbahaya. Dia menyediakan racun dan memperalat seorang anak muda bodoh untuk meracun pembuat kendi dengan mengupahnya seratus keping emas. Hari yang ditetapkan pun tiba. Perajin emas menanti suara jerit tangis dari rumah pembuat kendi. Tetapi hal itu tidak terjadi. Sebaliknya pembuat kendi kelihatan sehat dan segar bugar seperti biasa.

Pengrajin emas merasa heran dan dengan segera dia mencari anak muda itu dan menyelidiki apa yang terjadi. Sadarlah dia bahwa bukan hanya si pembuat kendi itu tidak diracun, tetapi anak muda tersebut malah lari dari kota membawa seratus keping emas pemberiaannya.

Ketika perajin emas ini mendengar berita itu, dia merasa sangat sedih. Begitu sedihnya sampai ia jatuh sakit.  Tidak ada dokter yang bisa mengobatinya. Ya, karena memang tidak ada obat yang bisa menyembuhkan api dendam dan kedengkian. Lelaki pengrajin emas telah kehilangan segala-galanya dan dunia menjadi gelap baginya. Hal ini menyebabkan isteri dan anak-anaknya meninggalkannya. Berita kesendirian pengrajin emas yang sakit itu diketahui oleh tetangganya, si pembuat kendi yang baik hati. Dia berpikir, inilah waktunya untuk pergi mengunjungi pengrajin emas. Dia menyediakan makanan yang enak dan membawanya ke rumah perajin emas.

Pengrajin emas, tidak dapat berkata apa-apa ketika melihat pembuat kendi. Pembuat kendi duduk di sisinya dan dengan lemah lembut menanyakan keadaan dirinya dan berkata: Aku datang karena memenuhi hakmu sebagai tetanggaku.

Pengrajin emas menundukkan kepalanya karena malu. Pembuat kendi melanjutkan:

Aku mengetahui segala apa yang berlaku pada masa lalu. Anak muda itu satu hari datang kepadaku dan memberitahu apa yang terjadi dan menyarankan supaya aku meninggalkan kota ini karena sudah tentu nyawa aku akan tidak selamat dari mu. Tetapi oleh karena aku berharap kepada rahmat dan karunia Ilahi, setiap hari aku berdoa untuk mu semoga dirimu dibebaskan dari rasa dengki dan hasad terhadapku.

Kata-kata pembuat kendi menyebabkan pengrajin emas itu menangis. Pembuat kendi memegang tangan tetangganya dan berkata, “Sahabat ku, ketahuilah bahawa kedengkian laksana api yang membakar dan orang yang mula-mula dibakarnya adalah diri insan itu sendiri. Alangkah baiknya jika dalam masa yang pendek dan singkat di kehidupan dunia ini, kita saling kasih mengasihi sehingga kita meninggalkan nama yang baik. Tahukah engkau apakah rahasia kebaikanku di tengah masyarakat? Untuk mengetahui rahasia ini, aku ingin menyajikan sebuah kisah untuk mu.

Pengrajin emas memasang telinganya untuk mendengar kisah tersebut dan dalam keadaan tersenyum yang tersungging di bibirnya, dengan penuh perhatian dia mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh pembuat kendi. Si pembuat kendi berkata;

Pada suatu hari Imam Sajad as, berkata kepada salah seorang sahabatnya bernama Zuhri yang begitu sedih memikirkan segala yang muncul dari sifat hasad pada dirinya. Beliau berkata:

“Wahai Zuhri, apakah salahnya jika engkau menganggap orang lain sama seperti saudara dan keluargamu sendiri, orang yang tua sebagai bapakmu, anak-anak sebagai anakmu dan orang yang sebayamu seperti saudaramu sendiri. Ketika dalam keadaan begini, bagaimana mungkin engkau berbuat zalim kepada orang lain? Janganlah engkau lupa pada hal ini bahwa orang lebih menyayangi siapa yang berbuat baik kepada orang lain. Jika metode yang begini engku teruskan dalam hidupmu, dunia akan menjadi tempat yang membahagiakanmu dan engkau akan mempunyai banyak kawan.

 Kata-kata pembuat kendi itu sampai disini. Pengrajin emas berpikir jauh dan lahirlah rasa penyesalan di wajahnya. Dengan suara yang bergetar, dia meminta maaf atas segala yang terjadi di masa lalu. Kepada Tuhan dia berjanji bahwa selepas ini dia akan menggantikan rasa dengki yang memenuhi hatinya dengan kasih sayang dan persahabatan kepada orang lain.

Sumber: www.irb.ir

Pepatah Bijak III

Tak pernah ada alasan tuk mencintaimu, satu-satunya alasan tuk mencintaimu adalah karena kamu adalah kamu.

Ketulusan hati diperlukan untuk mengawali cinta, pun keikhlasan hati diperlukan untuk mengakhiri cinta.

Jangan bandingkan dirimu. Tak perlu jadi lebih baik dari orang lain. Kamu hanya perlu lebih baik daripada yg kamu pikir kamu bisa.

Ketika kamu mempercayai seseorang, kamu akan sangat rapuh, tapi jika kamu tak mampu percaya, kamu tak akan bisa menemukan cinta.

Ketika ragu menghampiri, ikuti kata hati. Beri pertanyaan, rasakan jawabannya. Terkadang kamu harus belajar tuk mempercayai hati.

Ketika kamu mencintai, jujurlah pada diri. Jadi diri sendiri, jangan biarkan mereka jatuh cinta pada seseorang yg bukan dirimu.

Jangan pernah berjanji jika memang sulit tuk menepati. Karena sekecil apapun janji, tetaplah janji yg harus ditepati.

Jangan habiskan hidupmu mengejar seseorang yg tak pernah ada untukmu, kamu hanya menjauh dari dia yg tlah menunggu sepanjang waktu.

Kau tak bisa mencintai 2 orang berbeda pada saat yang sama. Kau hanya bisa memilih satu atau menyakiti keduanya.

Tak peduli apapun yg kita lakukan, tak peduli apapun masalah yg sedang kita hadapi, kita tak sendiri.. Allah selalu bersama kita!

Percayalah akan kekuatan hati, dan yakin akan adanya pertolongan Allah, karena itu yg akan membuat kita kuat menjalani kehidupan ini.

Terkadang kamu harus meninggalkan orang yg kamu cintai, bukan karena kamu menyerah, namun karena kamu telah lelah berusaha sendiri.

Berhenti mencari seseorang yg sempurna tuk dicintai, karena yg lebih penting adalah membuat dirimu seseorang yg pantas dicintai.

*dari berbagai sumber

Jangan menunggu

‎​​Jangan menunggu bahagia, baru tersenyum; tapi tersenyumlah, maka kamu akan bahagia.

Jangan menunggu kaya, baru mau beramal; tapi beramal-lah, maka kamu akan semakin kaya.

Jangan menunggu termotivasi, baru bergerak;
tapi bergeraklah, maka kamu akan termotivasi.

Jangan menunggu dipedulikan orang baru peduli; tapi pedulilah dengan orang lain maka kamu akan dipedulikan.

Jangan menunggu orang memahami kamu, baru kita memahami dia; tapi pahamilah orang itu, maka dia akan memahami kamu.

Jangan menunggu dicintai, baru mencintai; tapi belajarlah mencintai, maka kamu akan dicintai.

Jangan menunggu banyak uang, baru hidup tenang; tapi hiduplah dengan tenang, maka bukan hanya uang yang datang, tapi juga damai sejahtera.

Jangan menunggu contoh, baru bergerak mengikuti;
tapi bergeraklah, maka kamu akan menjadi contoh yang diikuti.

Jangan menunggu sukses, baru bersyukur; tapi bersyukurlah, maka akan bertambah kesuksesanmu.

Jangan menunggu bisa, baru melakukan; tapi lakukanlah ..., kamu pasti bisa!

Para Pecundang selalu menunggu Bukti; tapi Para Pemenang selalu menjadi Bukti.

Seribu kata akan dikalahkan oleh satu aksi nyata

Si Fakir yang Dermawan

Pada zaman dahulu, ada seorang lelaki yang beriman tinggal bersama dengan isteri dan anak-anaknya. Mereka tinggal dalam sebuah gubuk sederhana. Meskipun mereka jauh dari kilauan dan gemerlap materi, hati mereka dipenuhi dengan kasih sayang.

Pada suatu hari lelaki beriman itu berada dalam kesulitan, sampai-sampai isterinya berkata kepada lelaki itu, “Kini simpanan kita tinggal satu dirham saja.” Lelaki itu mengambil satu dirham tersebut dan pergi ke pasar. Dengan uang itu dia akan membeli sedikit makanan. Dalam keadaan bertawakal kepada Tuhan, dia tiba di pasar. Baru beberapa langkah dia berjalan, tiba-tiba terdenagar suara gaduh. Seseorang berkata dengan marah, “Engkau harus membayar utangmu. Jika tidak, aku tidak akan membiarkan engkau pergi.”

Lelaki yang berdiri di hadapan orang itu menundukkan kepalanya karena malu. Sang lelaki yang beriman itu mendekati kedua orang yang berselisih itu dan dengan suara yang lembut bertanya, “Baiklah, katakanlah apa yang menyebabkan kalian berselisih paham.”

Lelaki yang berhutang berkata, “Lelaki ini telah menjatuhkan harga diriku hanya karena uang satu dirham padahal saat ini aku tidak mampu untuk melunasi utang tersebut.”

Lelaki beriman itu berfikir sebentar dan kemudian, uang satu dirham yang dimilikinya itu diberikannya kepada si penghutang. Akhirnya, terjalinlah persahabatan antara orang itu tadi. Lelaki yang berutang itu mendoakan keselamatan buat lelaki yang beriman itu serta mengucapkan kesyukurannya.

Hati lelaki beriman itu dipenuhi rasa gembira karena berhasil menolong orang lain. Lalu diapun pulang ke rumahnya. Di pertengahan jalan dia terpikir, “Sekarang, bagaimana aku harus memberi jawaban kepada isteri ku? Jika dia memprotes, aku akan membiarkannya karena itu haknya.”

Sesampainya di rumah, dia menceritakan apa yang telah terajdi. Isterinya adalah juga seorang perempuan yang baik dan beriman. Dia tidak memprotes suaminya, malah berkata, “Engkau telah melakukan sesuatu yang baik hari ini dan engkau telah memelihara harga diri lelaki itu. Allah pasti akan memberi balasan kepadamu. Ambillah tali yang ada di rumah kita ini dan juallah  di pasar. Mudah-mudahan, uang tersebut bisa engkau gunakan untuk membeli makanan.

Lelaki beriman itu merasa sungguh gembira dengan sikap isterinya tersebut. Dia kemudian mengambil tali itu dan membawanya ke pasar. Namun, betapapun dia berusaha keras untuk menjual tali itu, tidak ada seorang pun yang ingin membelinya. Dengan rasa putus asa, dia pulang ke rumahnya. Di pertengahan jalan pulang, dia bertemu dengan nelayan penjual ikan yang juga gagal menjual ikannya. Lelaki beriman itu menghampirinya dan berkata, “Tidak ada orang yang ingin membeli ikanmu dan tidak juga taliku. Bagaimana menurutmu bila kita berdua saling menukar barang ini?”

Si nelayan berpikir dan kemudian berkata, “Aku tidak mempunyai tempat untuk menyimpan ikan ini di rumah. Lebih baik engkau ambillah ikan ini dan sebagai gantinya aku akan menjadi pemilik talimu yang mungkin di satu hari nanti berguna buatku.”

Akhirnya, lelaki beriman itu membawa pulang ikan ke rumahnya. Isterinya dengan gembira segera memasak ikan tersebut. Ketika perut ikan dibelah, dengan penuh takjub dia menemukan sebuah mutiara yang berharga di dalamnya. Ya, suami istri mukmin dan baik hati itu memperoleh harta yang banyak.

Lelaki itu membawa mutiara ke toko emas untuk dijual dan mutiara itu terjual dengan harga seratus dirham. Lelaki itu dan isterinya bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan mereka kekayaan. Mereka pun tidak lupa untuk tetap berbuat baik dengan membagi-bagikan sebagian uang mereka kepada orang-orang miskin lainnya. Lelaki beriman itu berkata kepada isterinya: Tuhan telah mengaruniakan kepada kita nikmat, kesenangan dan kemewahan. Kini sebagai tanda kesyukuran atas nikmat ini marilah kita membagikan kekayaan yang ada kepada mereka yang memerlukan. Siapakah yang lebih layak dari sang nelayan yang telah bersusah payah menangkap ikan di laut itu?”

Lelaki beriman itu pergi ke pasar dan mencari si nelayan itu. Setelah berusaha keras, akhirnya dia bertemu dengan sang nelayan dan dia pun menceritakan pengalamannya. Dia berkata, “Aku ingin memberi sebagian dari uang ini kepadamu.”  Meskipun miskin, nelayan itu adalah seorang lelaki yang baik hati. Dia berkata, “Wahai teman, apa yang engkau dapatkan di dalam perut ikan itu disebabkan karena kebaikanmu dan aku tidak bersedia mengambil apa-apa darimu.”

Lelaki beriman itu menjawab, ”Tuhan telah memberi ilham kepadamu sehinggakan dengan niat baik engkau telah menukar ikan milikmu dengan taliku agar aku dapat mengenyangkan perut isteri dan anak-anakku. Ketahuilah, apa yang ingin aku berikan kepadamu ini adalah hadiah bagi niat baikmu itu. Tuhan menginginkan agar engkaupun menikmati nikmat yang Dia berikan.”

Akhirnya, nelayan tersebut menerima uang itu dan mengucapkan syukur kepada Tuhan atas kebaikan dan karunia Tuhan. Dengan cara ini, Tuhan telah memberi kemuliaan kepada lelaki beriman dan isterinya itu lewat ujian-Nya. Dalam ketiadaan harta, mereka tetap bersabar dan dalam keadaan berkecukupan, mereka mengucapkan bersyukur kepada Tuhan dan membagi nikmat itu dengan orang lain.


Kisah indah mengenai lelaki beriman ini mengingatkan kita kepada kata mutiara dari Imam Ja’far Shadiq a.s. , yaitu, “Barang siapa yang membantu meringankan kesulitan orang mukmin, Tuhan akan memberi kemudahan kepadanya dunia dan akhirat.”

Sumber dari email sebuah milis

Rabu, 09 Februari 2011

Tentara muslim dan gembala Yahudi

Beberapa hari telah berlalu ketika Rasulullah terpaksa berperang dengan musuh Islam. Dalam perang kali ini, musuh Rasulullah ialah sekelompok kaum Yahudi yang mempunyai niat buruk terhadap Rasul sehingga memaksa Rasul untuk berperang dengan mereka. Tentara umat Islam pada saat itu berhadapan dengan kesulitan bahan pangan dan tengah merasakan kelaparan.

Dalam kondisi seperti ini, beberapa orang tentara muslim berbicang-bincang di antara mereka. Salah seorang dari mereka berkata, “Semoga Rasul sedang memikirkan jalan keluar. Kelaparan ini bisa menyebabkan sebagian dari kita akan menyerah.”

Yang lain menjawab, “Kelaparan dan kehausan merupakan hal yang lumrah dalam perang. Tetapi benar seperti katamu, kali ini kondisi kita amatlah berbeda, sudah tentu Rasul memikirkan jalan keluar. Namun, alangkah baiknya kita bersabar dan tidak meninggalkan Rasul sendirian dalam masa yang amat genting ini.”

Di satu tempat yang tak jauh dari medan perang, di padang yang penuh dengan kehijauan dan keindahan, seorang penggembala Yahudi membawa kambing-kambingnya keluar untuk makan. Selama beberapa waktu, dia telah mendengar hakikat Islam yang membuat hati dan jiwa penggembala muda ini dipenuhi oleh panggilan Islam. Penggembala Yahudi itu berkata kepada dirinya sendiri, “Akhirnya sebagian orang yang keras kepala membuat perang ini terpaksa terjadi. Tetapi mungkin justru saat ini waktu yang tepat bagiku untuk menemui Rasul dan mendengarkan hakikat agama ini dari kata-katanya sendiri.”

Sejenak penggembala muda ragu-ragu, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah masuk akal baginya jika dia pergi ke tengah-tengah pasukan Islam dan melakukan pertemuan dengan Rasul, ataukah sebaiknya dia tinggal saja di antara kabilahnya dengan menanggung kegelisahan jiwa.  Setelah beberapa saat duduk berpikir, akhirnya dia bangun menjawab panggilan hatinya dan bergerak ke arah tentara muslim.

Tentera muslim yang sedang sibuk melakukan pengawasan, melihat sebuah sosok menghampiri dari kejauhan. Penggembala itu datang kian mendekat. Dia melangkah dengan hati-hati dan tangannya diangkat sebagai tanda menyerah. Dari kejauhan dia berteriak, “Wahai sahabat, bersabarlah. Aku hanyalah seorang penggembala. Aku telah meninggalkan kabilahku karena aku tertarik kepada agama kalian serta ingin bertemu dengan nabi kalian. Bawalah aku menemuinya.”

Salah seorang dari tentara muslim berkata, “Dapatkah kita percaya dengan kata-katanya?” Tentara yang lain menjawab, “Tampaknya dia bukan seorang penipu.” Akhirnya tentara muslim dengan penuh waspada menerima penggembala Yahudi itu dan berita mengenai kedatangannya sampai kepada Rasulullah. Penggembala Yahudi itu memperhatikan bahwa tentara muslim sedang berada dalam kekurangan makanan. Dia berpikir, bila ia menjadi muslim, ia akan membawakan kambing-kambingnya untuk tentara muslim.

Ketika bertemu dengan Rasulullah, penggembala itu amat terkesan dengan pandangan Rasulullah yang tajam namun penuh kelembutan. Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Apa yang ingin kausampaikan padaku, wahai anak muda?” Pengembala Yahudi menjawab, “telah lama aku memikirkan agama kalian ini.  Tuhan yang kalian sembah, adalah Tuhan yang aku cari sejak kecil. Aku mendengar tentang agamamu sebagai agama persahabatan, kasih sayang, persaudaraan dan persamaan. Mereka mengatakan bahwa Anda adalah pembantu orang-orang mazlum dan musuh orang-orang zalim. Aku mendengar bahwa engkau sedemikian pengasihnya sehinggakan semua orang yang tertindas merasakan ketenangan dan ketenteraman dibawah naunganmu. Dari senyuman yang senantiasa mengiringi kata-katamu,  seolah-olah pada masa yang singkat ini, semua hakikat itu telahku lihat dengan mataku sendiri.”

Ketika Rasulullah SAW melihat semangat dan gelora penggembala Yahudi itu, beliau paham bahwa hati anak muda tersebut telah siap menerima rahmat Ilahi. Rasulullah menyampaikan hakikat Islam kepada anak muda Yahudi itu dengan kalimat yang menarik dan penuh kelemahlembutan. Saat itu juga, anak muda itu melafazkan dua kalimah syahadah dan menjadi seorang muslim.

Kemudian, penggembala itu berkata, “Wahai Rasulullah, tentaramu tidak mempunyai makanan yang cukup. Saat ini, aku sedang menggembala kambing-kambing tuanku di sebuah padang rumput yang tak jauh dari sini. Kini hubunganku dengan tuan pemilik kambing itu telah terputus. Aku ingin membawa kambing-kambing itu untuk tentaramu agar mereka tidak lagi kelaparan.” Rasulullah bangun berdiri dan dihadapan pandangan ratusan tentera yang kelaparan, beliau menjawab, “Wahai anak muda, ketahuilah bahwa dalam agama Islam khianat merupakan salah satu dari kesalahan yang besar. Pergilah engkau ke kabilahmu dan kembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya.” Si penggembala muda merasa sungguh terpesona terhadap kesetiaan Rasul kepada akhlak Islami. Dia menaati perintah Rasul itu dan kemudian bergabung dengan barisan umat Islam.

kisah di atas amat baik untuk kita teladani. Dan simaklah sebuah hadis Rasulullah, “Ada tiga hal yang tidak boleh dilanggar oleh seorang muslim. Pertama, menepati janji kepada orang lain, baik muslim atau kafir. Kedua, berbuat baik kepada ibu dan bapa, baik mereka itu muslim ataupun kafir. Ketiga, memelihara amanah, baik pemberi amanah itu muslim atau kafir.”  Sampai berjumpa lagi. Wassalam wr wb

Sumber : dari email sebuah milis

Dua orang yang baik, tapi, mengapa perkawinan tidak berakhir bahagia

Ibu saya adalah seorang yang sangat baik, sejak kecil, saya melihatnya dengan begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari, memasak bubur yang panas untuk ayah, karena lambung ayah tidak baik, pagi hari hanya bisa makan bubur.

Setelah itu, masih harus memasak sepanci nasi untuk anak-anak, karena anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan, perlu makan nasi, dengan begitu baru tidak akan lapar seharian di sekolah.

Setiap sore, ibu selalu membungkukkan nbadan menyikat panci, setiap panci di rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikikt pun.

Menjelang malam, dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci demi seinci, lantai di rumah tampak lebih bersih dibanding sisi tempat tidur orang lain, tiada debu sedikit pun meski berjalan dengan kaki telanjang.

Ibu saya adalah seorang w anita yang sangat rajin.

Namun, di mata ayahku, ia (ibu) bukan pasangan yang baik.

Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya sekali saja ayah selalu menyatakan kesepiannya dalam perkawinan, tidak memahaminya.

Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab.

Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat libur juga masih mengatur jadwal sekolah anak-anak, mengatur waktu istrirahat anak-anak, ia adalah seorang ayah yang penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak untuk berpretasi dalam pelajaran.

Ia suka main catur, suka larut dalam dunia buku-buku kuno.

Ayah saya adalah seoang laki-laki yang baik, di mata anak-anak, ia maha besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami.

Hanya saja, di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik, dalam proses pertumbuhan saya, kerap kali saya melihat ibu menangis terisak secara diam diam di sudut halaman.

Ayah menyatakannya dengan kata-kata, sedang ibu dengan aksi, menyatakan kepedihan yang dijalani dalam perkawinan.

Dalam proses pertumbuhan, aku melihat juga mendengar ketidakberdayaan dalam perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka, dan mereka layak mendapatkan sebuah perkawinan yang baik.

Sayangnya, dalam masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan perkawinan mereka lalui dalam kegagalan, sedangkan aku, juga tumbuh dalam kebingungan, dan aku bertanya pada diriku sendiri : Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia?

Pengorbanan yang dianggap benar.

Setelah dewasa, saya akhirnya memasuki usia perkawinan, dan secara perlahan –lahan saya pun mengetahui akan jawaban ini.

Di masa awal perkawinan, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, menyikat panci dan membersihkan lantai, dengan sungguh-sungguh berusaha memelihara perkawinan sendiri.

Anehnya, saya tidak merasa bahagia ; dan suamiku sendiri, sepertinya juga tidak bahagia.

Saya merenung, mungkin lantai kurang bersih, masakan tidak enak, lalu, dengan giat saya membersihkan lantai lagi, dan memasak dengan sepenuh hati.

Namun, rasanya, kami berdua tetap saja tidak bahagia. .

Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan lantai, suami saya berkata : istriku, temani aku sejenak mendengar alunan musik!

Dengan mimik tidak senang saya berkata : apa tidak melihat masih ada separoh lantai lagi yang belum di pel ?

Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang sangat tidak asing di telinga, dalam perkawinan ayah dan ibu saya, ibu juga kerap berkata begitu sama ayah.

Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkwinan mereka.

Ada beberapa kesadaran muncul dalam hati saya.

Yang kamu inginkan ?

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat akan ayah saya…
Ia selalu tidak mendapatkan pasangan yang dia inginkan dalam perkawinannya,

Waktu ibu menyikat panci lebih lama daripada menemaninya.

Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga, adalah cara ibu dalam mempertahankan perkawinan, ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih, namun, jarang menemaninya, sibuk mengurus rumah, ia berusaha mencintai ayah dengan caranya, dan cara ini adalah mengerjakan urusan rumah tangga.

Dan aku, aku juga menggunakan caraku berusaha mencintai suamiku.

cara saya juga sama seperti ibu, perkawinan saya sepertinya tengah melangkah ke dalam sebuah cerita, dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia.

Kesadaran saya membuat saya membuat keputusan (pilihan) yang sama.

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami, menemaninya mendengar musik, dan dari kejauhan, saat memandangi kain pel di atas lantai seperti menatapi nasib ibu.

Saya bertanya pada suamiku : apa yang kau butuhkan ?

Aku membutuhkanmu untuk menemaniku mendengar musik, rumah kotor sedikit tidak apa-apa-lah, nanti saya carikan pembantu untukmu, dengan begitu kau bisa menemaniku! ujar suamiku.

Saya kira kamu perlu rumah yang bersih, ada yang memasak untukmu, ada yang mencuci pakianmu….dan saya mengatakan sekaligus serentetan hal-hal yang dibutuhkannya.

Semua itu tidak penting-lah! ujar suamiku. Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku.

Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar membuat saya terkejut.
Kami meneruskan menikamti kebutuhan masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memiliki cara masing-masing bagaimana mencintai, namun, bukannya cara pihak kedua.

Jalan kebahagiaan

Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya di atas meja buku,
Begitu juga dengan suamiku, dia juga menderetkan sebuah daftar kebutuhanku.

Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti misalnya, waktu senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling memeluk kalau sempat, setiap pagi memberi sentuhan selamat jalan bila berangkat.

Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang cukup sulit, misalnya dengarkan aku, jangan memberi komentar.

Ini adalah kebutuhan suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang akan merasa dirinya akan tampak seperti orang bodoh.

Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi laki-laki.

Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya pada saya, kalau tidak saya hanya boleh mendengar dengan serius, menurut sampai tuntas, demikian juga ketika salah jalan.

Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun, jauh lebih santai daripada mengepel, dan dalam kepuasan kebutuhan kami ini, perkawinan yang kami jalani juga kian hari semakin penuh daya hidup.

Saat saya lelah, saya memilih beberapa hal yang gampang dikerjakan, misalnya menyetel musik ringan, dan kalau lagi segar bugar merancang perjalanan keluar kota .

Menariknya, pergi ke taman flora adalah hal bersama dan kebutuhan kami, setiap ada pertikaian, selalu pergi ke taman flora, dan selalu bisa menghibur gejolak hati masing-masing.

Sebenarnya, kami saling mengenal dan mencintai juga dikarenakan kesukaan kami pada taman flora, lalu bersama kita menapak ke tirai merah perkawinan, kembali ke taman bisa kembali ke dalam suasana hati yang saling mencintai bertahun-tahun silam.

Bertanya pada pihak kedua : apa yang kau inginkan, kata-kata ini telah menghidupkan sebuah jalan kebahagiaan lain dalam perkawinan. Keduanya akhirnya melangkah ke jalan bahagia.

Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah ibu tidak bisa bahagia, mereka terlalu bersikeras menggunakan cara sendiri dalam mencintai pihak kedua, bukan mencintai pasangannya dengan cara pihak kedua.

Diri sendiri lelahnya setengah mati, namun, pihak kedua tidak dapat merasakannya, akhirnya ketika menghadapi penantian perkawinan, hati ini juga sudah kecewa dan hancur.

Karena Tuhan telah menciptakan perkawinan, maka menurut saya, setiap orang pantas dan layak memiliki sebuah perkawinan yang bahagia, asalkan cara yang kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan pihak kedua! Bukannya memberi atas keinginan kita sendiri, perkawinan yang baik, pasti dapat diharapkan.

Sumber chicken soup for the soul

Pesan Rasulullah untuk Gubernur Mesir

Hatib melewati jalan yang jauh. Saat ini dia telah tiba di Laut Merah dan sedang menanti sebuah kapal untuk membawanya ke seberang lautan. Hatib bermaksud pergi ke kota Iskandariah karena ia membawa sebuah surat penting dari Rasulullah saw untuk Gubernur Mesir. Adakalanya rasa khawatir menyergap ke dalam jiwanya. Dia mengkhawatirkan kemampuannya sendiri untuk dapat menyempaikan kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah kepada Gubernur Mesir. Dia berpikir sendirian tentang cara yang harus dilakukannya dalam menyampaikan surat Rasulullah kepada gubernur Mesir. Dia mereka-reka sendiri, ucapan apa yang pertama kali harus disampaikannya dan bagaimana caranya agar ia bisa menyampaikan pesan Rasulullah tanpa ada kekurangan sedikitpun.

Hatib adalah seorang lelaki mukmin yang bijaksana dan penuh keimanan. Setiap kali dia merasa ragu dan bimbang, dia akan membaca ayat Al-Quran agar jiwanya menjadi tenteram. Akhirnya, sepanjang perjalanan, ia terus-menerus membaca Al-Quran hingga akhirnya dia tiba di Iskandariah, ibu kota Mesir. Hatib langsung pergi ke istana Gubernur Mesir dan meminta izin untuk bertemu dengannya. Gubernur Mesir yang bernama Muqauqis sebelumnya telah mendengar tentang munculnya seorang Rasul di bumi Hijaz. Saat mendengar bahwa seorang utusan Rasul telah datang untuk menemuinya, segera saja dia memerintahkan agar Hatib dibawa ke hadapannya. Hatib melangkah masuk dengan penuh ketenangan dan keyakinan. Ketika dia telah sampai ke hadapan Muqauqis, dengan penuh sopan, ia  memberikan salam dan berkata:

“Aku diutus oleh Muhammad, rasulullah. Aku membawa sekeping surat untukmu”

Muqouqis mengambil surat itu, kemudia ia membuka dan membacanya:

“Bismillah rhn rhm, dari Muhammad, anak Abdullah kepada Muqouqis, pemimpin rakyat Mesir. Salam bagi para pengikut hidayah. Aku menyeru engkau kepada agama Islam. Engkau akan selamat dan aman jika engkau masuk Islam. Wahai ahli kitab, kami mengundang engkau untuk kembali kepada keyakinan asal di mana antara kami dan engkau adalah sama, bahwa kita tidak menyembah selain dari Tuhan dan kita tidak menyekutukannya. Sebagian dari kami tidak menuhankan sebagian yang lain. Oleh karena itu, jika Ahli Kitab tidak menerimanya, maka katakanlah bahwa kami adalah orang-orang Islam.”

Selepas membaca surat itu, Gubernur Mesir tenggelam dalam pikirannya. Sebelumnya, dia telah membaca di dalam Injil dan kitab-kitab agama Kristen yang lain, bahwa Nabi Isa as telah memberitahu umatnya mengenai kedatangan nabi yang terakhir. Di sisi lain, dia juga telah mendengar berita mengenai kepribadian, perilaku, dan sifat Rasulullah, yang membuat dia menyadari bahwa bahwa Muhammad adalah nabi terakhir. Namun, kekuasaan dan kedudukan yang dimilikinya sebagai Gubernur Mesir, membuatnya enggan untuk mengakui hakikat ini. Setelah beberapa saat merenung dan berdiam diri, Muqauqis bertanya kepada Hatib:

“Jika Muhammad memang benar-benar utusan Tuhan, mengapa penentangnya berhasil mengusirnya keluar dari kota Mekah dan dia terpaksa tinggal di Madinah? Mengapa dia tidak melaknat mereka agar mereka hancur dan musnah? Nabi Isa adalah seorang Nabi dan engkau adalah pengikut ajaran Isa. Mengapa ketika orang-orang Yahudi berencana untuk membunuhnya, Nabi Isa tidak melaknat mereka agar Tuhan menghancurleburkan mereka?”

Gubernur Mesir tercengang ketika mendapatkan jawaban yang sedemikian logis dan berani. Iapun memuji-muji Hatib:

“Bagus, bagus, engkau adalah seorang lelaki yang berpengetahuan luas dan sesungguhnya engkau memang datang dari seorang lelaki yang berpengetahuan.”

“Wahai Gubernur Mesir, sebelum engkau menjadi gubernur di sini, seseorang bernama Firaun telah menjadi pemimpin Mesir dan dia menganggap dirinya sebagai Tuhan. Lalu  Tuhan telah menghancurkan mereka supaya kehidupan mereka dijadikan pelajaran buat kalian. Kini, berusahalah supaya kalian tidak menjadi contoh buruk kepada orang lain.”

Mendengar perkataan Hatib, Muqouqis kembali tenggelam dalam pikirannya. Dia terlihat seperti orang yang bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya serta apa yang harus dikatakannya kepada Hatib. Muqouqis kemudian mengangkat kepalanya dan menatap mata Hatib. Dari cahaya mata lelaki muslim itu, ia dapat merasakan dengan jelas keikhlasan dan kejujurannya. Kemudian, Hatib sekali lagi memecahkan kesunyian dengan berkata:

“Para pemimpin Mekah bersikap keras terhadap Muhammad dan memeranginya. Orang-orang Yahudi dengan sikap dengki memusuhinya. Tetapi, kelompok yang paling dekat dengan Muhammad ialah orang-orang Kristen, karena Isa al Masih telah menyampaikan berita tentang kedatangan nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad. Kini kami menyeru kalian untuk mematuhi Muhammad dan mengikuti Al-Quran. Setiap bangsa yang mendengarkan seruan Nabi haruslah mengikutinya.”

Perbincangan Hatib, utusan Rasulullah dengan pemimpin Mesir telah berakhir. Tetapi, Muqouqis tidak memberikan jawaban yang diinginkan. Hatib selama beberapa hari menanti jawaban surat dari Gubernur Mesir untuk dibawanya kepada Rasulullah saaw. Akhirnya, suatu hari Muqouqis meminta Hatib untuk menemuinya. Muqouqis berkata:

“Dari kata-katamu, aku memahami bahwa Muhammad adalah Nabi terakhir, tetapi jika aku memeluk agamamu, rakyatku akan membenciku dan menolakku sebagai pemimpin. Aku berharap semoga rakyat Mesir dapat mengambil manfaat dari kedatangan Nabi Muhammad dan agama Islam. Oleh karena itu, rahasiakanlah perbincangan antara aku dan engkau.

Kemudian Muqouqis memerintahkan seseorang dari penulisnya yang memahami bahasa Arab untuk menulis surat buat Rasulullah saw, yang isinya sebagai berikut:

“Kepada Nabi Muhammad putra Abdullah, dari Muqouqis gubernur Mesir. Salam bagimu. Aku telah membaca suratmu dan aku telah memahami maksudmu dan hakikat dari seruanmu. Aku menyambut baik kedatangan utusanmu.”

Muqouqis juga menulis tentang hadiah yang disertakan bersama surat tersebut dan mengakhiri surat tersebut dengan kalimat “Salam Bagimu”. Dengan demikian, Muqouqis dalam hatinya telah menerima seruan nabi, tetapi dia menghindar untuk mengungkapkannya secara terang-terangan. Hatib pun kemudian diantarkan ke Syam oleh sebagian pengawal Muqouqis. Dari Syam, Hatib melanjutkan perjalanan ke Madinah. Sesampainya di Madinah, Hatib segera Hatib menyerahkan surat Muqouqis. Setelah membaca surat Muqouqis, Rasulullah saaw memandang ke kejauhan dan bersabda:

“Islam akan segera menyebar di bumi Mesir.”

Sumber dari sebuah milis

cerita seorang petani dan istrinya

Seorang petani dan istrinya bergandengan tangan menyusuri jalan sepulang dari sawah sambil diguyur air hujan.Tiba-tiba lewat sebuah motor didepan mereka. Berkatalah petani kepada istrinya,"Lihat Bu,betapa bahagianya suami istri yang naik motor itu meski mereka kehujanan,tapi mereka bisa cepat sampai dirumah tidak seperti kita yg harus lelah berjalan untuk sampai kerumah."

Sementara itu pengendara motor dan istrinya yg sedang berboncengan dibawah derasnya air hujan melihat sebuah mobil pick up lewat didepan mereka. Pengendara motor itu berkata kpd istrinya,"Lihat Bu,betapa bahagianya orang yg naik mobil itu,mereka tidak perlu kehujanan spt kita."

Didalam mobil pick up yg dikendarai sepasang suami istri terjadi perbincangan ketika sebuah sedan Mercy lewat,"Lihatlah Bu,betapa bahagia org yg naik mobil bagus itu,pasti nyaman dikendarai tdk spt mobil kita yg sering mogok."

Pengendara mobil Mercy itu seorang pria kaya,dan ketika dia melihat sepasang suami istri yg berjalan bergandengan tangan dibawah guyuran air hujan, pria kaya itu berkata dlm hati,"Betapa bahagianya suami istri itu,mereka dgn mesranya berjalan bergandengan tangan sambil menyusuri indahnya jalan di pedesaan ini,sementara aku & istriku tdk pernah punya wkt utk berduaan krn kesibukan masing-masing."

Kebahagiaan takkan pernah kita miliki jika kita hanya melihat kebahagiaan milik org lain,dan selalu membandingkan hidup kita dengan hidup org lain..‎

Kisah Imam Ali a.s dan lelaki buta

Pada suatu malam, ada seorang lelaki buta yang tidak dapat melelapkan matanya. Hatinya seperti langit yang diselubungi mega. Dia mengeluh dan merintih sayu: Ya Tuhan ku, betapa kerasnya hati manusia di sekelilingku. Tidak ada seorangpun yang mau memikirkan insan malang dan miskin. Ya Tuhan, pada siapakah dapat aku hulurkan tangan meminta bantuan? Dia teringat tahun-tahun yang lampau, ketika isterinya yang baik masih hidup. Tiba-tiba air mata bergenang di kelopak mata dan membasahi wajahnya.

Keesokan paginya, lelaki buta itu bangun dari tempat pembaringannya, mencari sesuatu untuk mengisi perut. Perlahan-lahan tangannya meraba-raba ke seluruh penjuru kamar tersebut, tetapi, tidak ada yang dapat ditemui selain dari sekeping roti yang sudah kering. Kemudian, sebagaimana biasanya, dia memakai pakaiannya yang sudah robek, lalu berjalan melewati lorong-lorong kota dengan tongkatnya. Lalu, seperti biasa, dia duduk di satu sudut kota, di bawah sebuah pohon dan mendengarkan langkah kaki orang-orang yang melewati tempat duduknya. Dia menanti seseorang yang akan melontarkan kepingan uang atau makanan dalam tangannya, tetapi seolah-olah, tidak ada seorangpun yang menghiraukannya.

Tiba-tiba terdengar suara tapak kaki mendekatinya. Lelaki tua yang buta itu menumpukan sepenuh perhatiannya kepada langkah tersebut, tetapi beberapa saat  kemudian, suara langkah tersebut tidak lagi terdengar. Meskipun lelaki tua itu buta dan tidak melihat sesuatu, tetapi dia dapat merasakan bahwa seseorang sedang memperhatikannya. Dia berkata sendirian, siapakah gerangannya orang tersebut? Ketika dia tenggelam dalam fikirannya, terdengar suara orang memberi salam. Lelaki tua itu menjawab salamnya dengan berkata, “Salam, selamat pagi.”

Lelaki tua itu sekali lagi merasakan bahwa orang tersebut sedang memperhatikannya. Orang itu dengan perlahan-lahan berjalan melewati dirinya, tetapi tidak berapa jauh, dia berhenti dan memandang lelaki buta itu. Hatinya yang baik tersentuh melihat lelaki tua itu. Orang itu berkata sendirian: apakah lelaki buta ini tidak mempunyai siapapun untuk membantunya? Bersamaan dengan itu, orang-orang dan pedagang yang melewati tempat tersebut dan melihat kehadiran Amirul Mukminin Ali a.s. di sisi lelaki buta itu. Mereka menghampirinya dan memberi salam kepada beliau sebagai tanda penghormatan.

Kini pahamlah lelaki tua yang buta itu bahwa lelaki yang memandanginya itu ternyata adalah pemimpin umat Islam, Imam Ali a.s. Imam Ali as menjawab salam orang-orang itu dan bertanya, “Kenalkah kalian dengan lelaki tua ini?”

Mereka yang mengenali lelaki tua itu berkata, ”Wahai Ali, lelaki tua ini adalah seorang penganut kristen, isterinya telah meninggal dunia. Dia adalah seorang lelaki yang amat baik dan bekerja keras. Tetapi sejak dia menjadi buta, dan dikarenakan dia tidak mempunyai siapapun, dia terpaksa mencari uang dengan meminta sedekah.”

Lelaki tua yang mendengar dengan penuh perhatian kata-kata mengenai dirinya itu,  lalu berdiri dengan berpegang  kepada tongkatnya. Dia menanti jawaban dari Imam Ali a.s.  Ketika Imam Ali a.s mengetahui nasib si lelaki tua itu, beliau menundukkan kepalanya karena merasa sangat terharu. Tak lama kemudian, beliau berkata, “Sungguh menakjubkan! Ketika lelaki ini mempunyai kemampuan, dia telah bekerja keras dan kini bila dia berada dalam keadaan lemah, dia ditinggalkan? Ketika dia bisa melihat dan mempunyai kemampuan, dia bekerja keras untuk masyarakat. Kini, ketika  dia sudah tua dan tidak lagi mampu untuk bekerja, maka menjadi tanggungjawab pemerintah dan masyarakat untuk menyediakan keperluannya.”

Ketika mendengar kata-kata Imam Ali itu,  cahaya harapan bersinar ke dalam jiwa lelaki tua tersebut. Dia berkata dengan penuh kasih sayang kepada Ali a.s., “Ya Tuhan, Engkau limpahkanlah kebaikan untuk Ali.”

Ketika waktu magrib tiba, lelaki tua itu mengambil keputusan untuk pulang ke rumahnya. Tiba-tiba, dia didatangi oleh utusan Imam Ali a.s. yang meletakkan satu pundi uang ke tangan lelaki tua itu dan berkata, ”Ambillah uang ini! Imam Ali memberi perintah sejak kini Anda akan mendapat bagian dari baitul mal. Oleh karena itu engkau tidak perlu lagi meminta sedekah.”

Lelaki tua itu bangun dari tempat duduknya, dan membuka pundi tersebut dengan rasa tidak percaya. Dia meremas-remas uang dalam tangannya. Beberapa kali bibirnya menyebut nama Ali dan berkata: Ya Tuhan ku, betapa baiknya Ali, walaupun aku adalah seorang kristen dan bukan seagama dengannya, tetapi dia tetap berbuat baik kepadaku. Betapa aku telah membuat kesalahan. Ternyata, masih ada manusia yang sedemikian baik. Ya Tuhanku, aku mengucapkan syukur kepadamu atas segala karunia ini.

Sejarah menyaksikan bahwa Imam Ali as senantiasa berperilaku baik dalam perbuatan dan kata-katanya terhadap umatnya, khususnya mereka yang miskin. Imam Ali a.s. dalam sebagian dari suratnya kepada Malik Asytar, gubernur Mesir menulis sbb:

Penuhilah hati dengan kasih sayang kepada rakyat dan berbuat baiklah kepada mereka semua. Rakyat terbagi kepada dua golongan, satu golongan ialah mereka yang seagama denganmu dan satu golongan lagi ialah yang sama-sama diciptakan Allah sepertimu. Di antara rakyat yang kesusahan, yang memerlukan bantuan, dan berada dalam kesulitan, serta yang sakit, yang tidak punya siapapun selain dari Tuhan, ada dua golongan. Ada kelompok yang sabar dan menahan diri dari meminta-minta  dan ada kelompok yang menadahkan tangan meminta sedekah. Maka jadilah engkau orang yang membela mereka ini.

Sumber : dari sebuah milis

Pepatah Bijak II

Menjadi sederhana itu bermanfaat, selain tak perlu susah untuk hidup berlebihan juga tak akan membuat iri orang lain.

Jangan menyerah atas hal yg kamu anggap benar meskipun terlihat mustahil. Tuhan kan berikan jalan. Jadilah pribadi yg BERANI.

Sahabat sejati tahu kapan harus berdiam diri, menyemangati, membiarkan berdiri sendiri, dan saling berbagi.

Terkadang seseorang tidak berubah. Mungkin kamu hanya tak pernah tahu siapa mereka sebenarnya dari awal.

1 org yg bisa mencintai kekuranganmu jauh lebih berharga daripada 100 org yg hanya mencintaimu karena kehebatanmu

Hanya karena seseorang sangat peduli padamu, bukan berarti kamu bisa memanfaatkan mereka. Jangan sampai mereka meninggalkanmu!

Berhentilah menyalahkan masa lalumu, cobalah tuk menerima dan memahami bahwa mereka hanya membuatmu lebih kuat saat ini.

Memberikan saran untuk masalah orang lain itu mudah. Memberikan saran untuk masalahmu sendiri, tak semudah itu.

Senyum memang tak akan mampu memecahkan masalah yg kita punya, namun ia mampu membantu kita tuk melaluinya.

Belajarlah merelakan sesuatu yg menyakiti kita, karena jika kita berarti baginya, dia tak akan pernah menyakiti.

Cinta sejati adalah ketika kamu harus merelakan dia pergi, mungkin tak akan kembali, namun kamu menyadari dia akan selalu di hati.

Jangan pernah menyerah, segala sesuatu akan selalu berakhir indah. Jika tidak indah, maka belum berakhir!

Cinta sejati terjadi saat dua orang saling memberi tanpa memanfaatkan satu sama lain.

Terlalu sibuk menyenangkan banyak orang, bisa membuat seseorang yang semestinya kita bahagiakan jadi terabaikan.

Jika kita tak bisa terus tertawa atas lelucon yg sama, lalu mengapa kita terus menangis atas masalah yg sama?

Dalam cinta, bukanlah kesempurnaan seseorang yang dicari, tetapi seseorang yang mencintai kita... sempurna apa adanya!

Berhenti berharap bukan akhir dari harapan, kadang kita harus berhenti berharap pada harapan kosong.

Rasa sakit adalah proses belajar tuk tegar dari kesedihan. Patah hati adalah proses tuk menjadi pribadi yg kuat. Hadapilah!

*Diambil dari berbagai sumber

Pepatah Bijak I

Tak perlu menjadi 'NUMBER ONE' dimata dia yg kita cinta, karena yg kita butuh adalah menjadi 'ONLY ONE' dihatinya.

Ketika seseorang yg berarti pergi dari hidup kita, percayalah, itu hanya cara Allah mempertemukan kita dengan seseorang yg lebih baik.

Hidup tak selalu seperti yg kita mau. Hal baik dan buruk selalu terjadi, namun semua itu telah diatur Allah dengan akhir yg indah.

Jangan memohon pada Tuhan tuk meringankan cobaan yg datang, berdoalah pada Allah tuk memberikan kita kekuatan tuk dapat melaluinya.

Jangan tangisi sendirimu, karena ada seseorang yg belum kamu temui sedang bertanya-tanya apa rasanya bertemu seseorang sepertimu.

Hidup ini bukanlah tentang mereka yg berbuat baik di hadapan kita, namun tentang mereka yg tetap setia di belakang kita.

Segala sesuatu pasti berakhir, begitu juga dengan masalah. Meski menyakitkan, bertahanlah. Percaya bahwa Tuhan selalu bersama kita.

aku harap bisa hidup lebih lama darimu agar aku bsa menemanimu sampai akhir sesuai janjiku

Ketika hal buruk menimpa kita, jangan mengeluh. Tuhan pasti mempunyai tujuan. Jalanilah dengan Tabah. Jadilah kita pribadi yg KUAT.

Sahabat bukanlah mereka yg menghampiri kita ketika mereka butuh, namun mereka yg tetap bersama kita ketika seluruh dunia menjauh.

Pria jarang menangis bukan karena mereka kuat, namun karena mereka tak ingin terlihat lemah dihadapan wanita yg mereka cinta.

Orang yang mencintai kita takkan berusaha membuat kita cemburu, krn cinta menghargai kepercayaan lebih dari kecemburuan.

Terkadang kita harus meminta maaf, bukan karena kita salah, namun karena kita tak ingin hubungan kita dengan seseorang semakin buruk.

Bagaimanapun suasana hatimu, tetaplah tersenyum, karena ada seseorang diluar sana yang merindukan senyumanmu. -

Kita tidak tahu bagaimana hari esok, yg bisa kita lakukan ialah berbuat sebaik-baiknya & berbahagia pada hari ini

Jangan jadikan kesendirian sebagai suatu kesepian yg menyiksa. Jadikanlah kesendirian sebagai saat keheningan & ketenangan yg bermakna.

Kehilangan yg sbenarnya adlh mlupakan,bkn ditinggalkan. Slma msh bs mngenangnya kita msh bisa mmilikinya, krn ia akan selalu ada dihati kita.

4A: Arrogance (kesombongan), Aloness (kesendirian), Adventure seeking (suka bertualang secara negatif), Adultery (perzinahan). Masing2 adalah harga mengerikan yg harus di bayar orang berkarakter lemah.

Jangan buang waktu kita dengan orang yg hanya mengingat kejelekan masa lalu kita. Jika dia tak mampu lupakan masa lalu kita, lupakan mereka.

Jangan terburu-buru dalam cinta. Lebih baik menunggu seseorang yg tepat bagi hidup kita selamanya daripada hanya sementara.

Lupakan dia yg pernah tinggalkanmu demi yg lain. Meski cinta, jangan biarkan dirimu kembali sakit tuk alasan yg sama.

Wanita sulit jatuh cinta, karena lebih baik menunggu pria setia daripada menerima yg datang & bisa pergi kapan saja.

Terkadang seseorang akan selalu ada di hatimu, meski tidak dalam hidupmu. Biarkanlah, tapi jangan sampai mengusik jalan hidupmu.

Hidup ini pilihan, apapun yg membuat kita sedih, tinggalkan. Dan apapun yg membuat kita tersenyum, dekaplah. Bijaklah dalam memilih!

Hidup tak pernah lepas dari masalah, karena masalah adalah salah satu cara Tuhan menjadikan kita pribadi yg lebih kuat dan dewasa.

Orang yg berbahagia bukanlah orang yg hebat dalam segala hal, tapi orang yg bisa menemukan hal sederhana dalam hidupnya dan mengucap syukur.

Segala sesuatu berasal dari pikiran. Berpikir bosan menyebabkan kau bosan. Berpikir ceria menjadikan kamu ceria

Terkadang hidup Seperti mendaki gunung, kita akan menjumpai banyak hal, jika kita fokus pada keindahan panoramanya, perjalanan kita akan menyenangkan.

indahnya hidup bukanlah karena banyak orang yang mengenal kita,tapi seberapa banyak orang yg bahagia krn mengenal kita.

ketika kamu merasa tidak ada yg perduli tentangmu,bercerminlah,org yg kamu lihat membutuhkanmu,lbh dr siapapun

Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal.

Tuhan tidak akan memberikan cobaan kpd umatnya yg tidak mampu,tuhan memberi cobaan kpd kita,karena kita "MAMPU"

hadiah terbesar tdk ditemukan di dalam sebuah toko maupun tersembunyi di bawah pohon, tp di dalam hati seorang sahabat sejati

Diambil dari berbagai sumber

Kamis, 03 Februari 2011

Tentu Saja Cita-Cita Itu Tidak Buruk Bahkan Sdh Selayaknya. Tapi PENGEJARAN & DIPERBUDAKNYA CITA-CITA Itulah Yg Bikin Sengsara!

Cia Keng Hong, pendekar sakti yang terkenal gagah perkasa itu, yang namanya pernah menggegerkan dunia kang-ouw, kini menjadi makin berduka, akan tetapi dia menentang pandang mata pendeta Lama itu yang amat dia kagumi, lalu menarik napas panjang dan dengan pedang Siang-Bhok-Kiam tetap di tangannya, dia berkata dengan suara tenang tidak dikuasai perasaan.
 
"Kok Beng Lama locianpwe, hidup di dunia tidaklah lama, hanya beberapa puluh tahun yang kalau tidak dirasakan seperti hanya beberapa hari saja lamanya. Apakah artinya hidup sependek itu kalau tidak diisi dengan kehormatan? Apakah artinya hidup tanpa menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan yang dicita-citakan oleh semua manusia? Manusia haruslah mempunyai cita-cita, menjunjung tinggi cita-cita, tidak hanya menuruti hati yang lemah. Dan cita-cita seorang pendekar hanyalah menjunjung tinggi kegagahan dan kehormatan, menjaga nama agar bersih sampai tujuh turunan!"
 
"Ha-ha-ha, betapa waspadanya kakek Bun Hwat Tosu! Ha-ha-ha, baru saja dia membuka mataku dan bicara tentang cita-cita, dan sekarang... ha-ha, ketua Cin-ling-pai juga bicara tentang cita-cita dan pandangannya persis seperti pandanganku ketika itu! Ha-ha, Cia-taihiap, bicaramu tentang cita-cita itu justeru merupakan kebodohan manusia pada umumnya yang terbuai oleh kehormatan palsu, oleh cita-cita yang merusak kewajaran hidup, yang menyelewengkan kemurnian hidup."
 
Cia Keng Hong mengerutkan alisnya. Cita-cita dan kehormatan adalah "pegangan" semua orang gagah, mengapa dikatakan merusak dan menyelewengkan? "Hem, locianpwe, apa maksud locianpwe?"
 
"Bun Hwat Tosu," Kok Beng Lama memandang ke angkasa, "mudah-mudahan saja kenyataan yang akan kubicarakan ini akan dapat membuka kesadaran orang-orang lain seperti telah membuka kesadaranku." Kemudian dia melangkah maju mendekati Cia Keng Hong dan berkata lagi, suaranya tenang, "Cia-taihiap, apakah artinya cita-cita? Bukankah cita-cita hanya merupakan bayangan yang tidak ada, merupakan sesuatu yang dianggap lebih indah daripada kenyataan yang ada, merupakan bayangan khayal, yang dikejar-kejar oleh manusia yang ingin mencapainya? Bukankah cita-cita itu sesuatu yang telah digambarkan, merupakan bayang-bayang yang dipuja-puja sebagai teladan untuk dicapainya dengan cara bagaimana pun."
 
"Agaknya benar demikian, locianpwe. Cita-cita adalah sesuatu yang amat baik, yang menjadi arah tujuan hidup. Tanpa cita-cita yang tinggi, hidup akan menyeleweng."
 
"Benarkah demikian? Apakah tidak sebaliknya? Apakah bukan justeru karena mengejar cita-cita itu maka manusia saling gempur, saling jegal, saling hantam demi mencapai cita-citanya masing-masing? Apakah bukan cita-cita yang menimbulkan perbuatan-perbuatan kejam, keras, dan pengejarannya membuat kita menyeleweng daripada kebenaran? Cita-cita adalah suatu contoh yang sudah digambarkan lebih dulu, dan kalau kita memaksa diri menjangkaunya, mengekornya, bukankah kita menjadi manusia-manusia yang paling munafik dan palsu? Kita bercita-cita menjadi orang baik, akan tetapi kalau memang kita tidak baik, maka kita akhirnya menjadi orang baik yang palsu, baik pura-pura hanya untuk memenuhi gambaran contoh yang dicita-citakan itu belaka!"
 
"Tidak begitu, locianpwe. Cita-cita membawa orang yang bodoh menjadi pintar, yang tidak baik menjadi baik, membawa dan mendorong manusia untuk memperoleh kemajuan. Tanpa cita-cita kita akan mandeg!" bantah Keng Hong.
 
"Ha-ha-ha, persis seperti pandanganku tempo hari!" Kakek raksasa itu tertawa, kemudian menjawab dengan suara tenang kembali. "Andaikata orang bodoh itu mengenal diri sendiri dan melihat kebodohannya, dia sudah bukan orang bodoh lagi! Sebaliknya, orang bodoh yang tidak melihat kebodohannya dan merasa diri pintar, dialah sebodoh-bodohnya orang, taihiap! Demikian pula, andaikata orang tidak baik itu mengenal diri sendiri dan melihat ketidakbaikannya, maka pengertian ini menimbulkan kesadaran dan dia bukan orang tidak baik lagi dan dia tidak perlu mencari untuk menjadi orang baik lagi! Sebaliknya, dalam keadaan tidak baik lalu mengejar untuk menjadi orang baik, pengejarannya itu akan menimbulkan banyak ketidakbaikan, mungkin dia akan pura-pura berbuat baik, mungkin dia akan menggunakan kekerasan, kedudukan, harta benda, untuk dapat disebut orang baik dan di dalam semua kebaikan yang dilakukan oleh orang tidak baik terkandung ketidakbaikan yang paling jahat! Kita sudah terbiasa menganggap bahwa cita-cita mendatangkan kemajuan, anggapan kuno yang sudah mendarah daging dan kita terima begitu saja tanpa penyelidikan akan kebenarannya. Mendatangkan kemajuan? Kemajuan yang bagaimanakah? Kita bercita-cita menjadi seorang berkedudukan tinggi dan dalam mengejar cita-cita itu, sudah hampir dapat dipastikan terjadi perebutan, terjadi penyogokan, terjadi kekerasan, bahkan mungkin kita harus menginjak orang lain sebagai batu loncatan dan setelah kita berhasil mencapai cita-cita itu, memperoleh kedudukan tinggi, apakah itu kemajuan namanya?"
 
Semua orang yang mendengarkan memandang dengan mata terbelalak karena baru satu kali ini mereka mendengar perdebatan yang aneh itu. Pendekar Sakti Cia Keng Hong memandang pucat, lalu berkata, "Eh... nanti dulu, locianpwe... saya menjadi agak bingung. Jadi menurut locianpwe, kita tidak harus bercita-cita, harus puas dengan keadaan yang sekarang ini saja? Tidak boleh mencari kemajuan? Berarti menjadi orang biasa saja tidak ada artinya?"
 
"Ha-ha-ha, lucu...! Lucu...! Kenapa pandangan kita pada umumnya begitu sama dan persis? Justeru demikian pula yang kukatakan kepada Bun Hwat Tosu ketika aku membantahnya!" Dia tertawa bergelak, kemudian berkata lagi, sikapnya kembali tenang.
 
"Cia-taihiap, jangan mencari contoh anggapan atau pandangan orang lain! Mari kita selidiki bersama, jangan hanya menyandarkan kepada pandanganku atau pandangan siapapun juga. Tidak perlu kita berpegang kepada pelajaran mati, harus bercita-citakah, atau tidak haruskah, atau harus puas atau tidak puaskah? Apa sih artinya harus ini atau tidak harus itu? Kalau puas ya puas saja, kalau tidak puas ya tidak puas saja, jangan dipaksakan menjadi sebaliknya karena hal itu menimbulkan pertentangan batin dan kepalsuan belaka. Mengapa kita tidak puas dengan keadaan saat ini? Sekali tidak puas, sampai matipun kita selalu akan tidak puas, bukan? Keadaan setiap saat berubah, akan tetapi ketidakpuasan yang timbul karena mengejar keadaan yang lain itu tidak akan pernah berubah dan akan menekan kita selama hidup. Tidak ada yang tidak membolehkan orang mencari kemajuan, akan tetapi harus dimengerti lebih dulu, apa sih kemajuan yang kita cari-cari itu?
 
Taihiap mengatakan bahwa hal itu berarti menjadi orang biasa saja. Apa salahnya menjadi orang biasa? Kenapa semua orang ingin menjadi orang yang LUAR BIASA? Ha-ha, justeru inilah yang menjadi sebab dan sumber timbulnya segala malapetaka di dunia, segala permusuhan dari perorangan sampai kepada kelompok dan bangsa. Ingin menjadi luar biasa, lain daripada yang lain, paling hebat, paling jempol, haus akan pujian. Padahal semua itu kosong belaka, hanya angin yang akan memenuhi kepala menjadi besar dan tolol! Kita semua takut untuk menjadi orang yang dianggap tidak ada artinya! Padahal kita baru dipandang kalau kita sudah dapat mengalahkan orang lain, memperlihatkan kekuatan dan kekuasaan kita. Tidak anehlah kalau pendidikan macam ini membentuk kita menjadi manusia-manusia yang kejam, yang hanya mementingkan kesenangan diri pribadi.
 
Ya, itulah cita-cita dan pengejarannya! Cita-cita yang diagung-agungkan itu bukan lain hanyalah keinginan untuk menyenangkan diri pribadi. Kesenangan, cita-cita, kedudukan, kekayaan, kemulyaan, dan sebagainya tidaklah buruk, akan tetapi PENGEJARANNYA, itulah yang amat jahat! Kekayaan, misalnya, tidak buruk, akan tetapi pengejarannya, mengejar kekayaan itulah yang menciptakan pelbagai perbuatan jahat yang kejam. Karena pengejaran ini yang membutakan mata batin, dalam mengejar sesuatu yang kita inginkan untuk menyenangkan diri, yang diselimuti dengan nama indah cita-cita, kita menjadi buta dan melakukan apa saja demi tercapainya cita-cita itu. Bukankah demikian yang kita lihat di sekitar kita setiap hari?"
 
Cia Keng Hong menundukkan kepala dan memejamkan matanya. Mata lahirnya terpejam, namun mata batinnya mulai terbuka. Nampak jelas olehnya betapa cita-cita dan kehormatan yang dipertahankannya mati-matian itupun sesungguhnya memang mempunyai dasar untuk menyenangkan hatinya sendiri, agar dia dianggap orang gagah betul, dipuji-puji di seluruh dunia sebagai orang yang berani mengorbankan anak demi kehormatan! Terbukalah matanya bahwa demi menyenangkan diri sendiri agar dipuji, dia hampir saja membunuh anaknya! Demi kesenangan diri sendiri, dia tidak memperdulikan lagi keadaan anaknya! Terkejutlah dia melihat kenyataan ini dan dia kembali membuka matanya yang memandang agak sayu kepada Kok Beng Lama yang tersenyum dan matanya mencorong itu.
 
"Locianpwe, saya masih agak bingung. Tadinya saya anggap bahwa apa yang saya lakukan ini bukan hanya demi kehormatan saya, melainkan kehormatan dan nama baik Bun Houw! Saya ingin dia menjadi orang yang gagah dan baik, dan keinginan itu tentu timbul karena saya cinta kepada anak saya. Apakah ini tidak baik dan benar?"
 
"Cia-taihiap," kata Kok Beng Lama dengan suara sungguh-sungguh. "Coba dengarkan kata-kata taihiap tadi. Saya ingin dia menjadi orang yang gagah dan baik! Nah, jawabannya telah terdapat di situ, bukan? Taihiaplah yang INGIN dia menjadi orang gagah dan baik, dan semua orang tua bilang cinta kepada anak-anaknya dan mereka ingin anak-anaknya menjadi orang begitu atau begini. Coba teliti yang benar.
 
Bukankah keinginan itu didorong oleh hati yang ingin menyenangkan diri sendiri? Ingin senang MELALUI anaknya! Taihiap akan senang kalau anak taihiap menjadi begini atau begitu menurut yang taihiap inginkan. Bukankah begitu? Maka, kalau si anak tidak menaati, lalu dimaki, dibenci, bahkan hampir dibunuh! Bukan demi cita-cita, bukan demi kehormatan, bukan pula sama sekali demi cinta, melainkan demi menyenangkan diri taihiap sendiri. Karena si anak menolak, berarti tidak menyenangkan, dan berubahlah cinta itu menjadi benci dan kekejaman, sehingga rela hampir membunuh anak. Dapatkah taihiap melihatnya? Begitu jelas!"
 
"Ah, locianpwe..." Pedang Siang-bhok-kiam terlepas dari tangan Cia Keng Hong dan dia menjatuhkan diri berlutut di depan Kok Beng Lama! Sejenak kakek raksasa ini tertawa bergelak, suara ketawanya seperti menggoncang bumi dan menggetarkan udara, akan tetapi dia lalu memeluk Keng Hong dan mengangkat bengun pendekar sakti itu yang kedua matanya menjadi basah.
 
"Cia-taihiap, yang penting adalah kesadaran dan pengenalan diri sendiri berikut semua kesalahan-kesalahan kita sendiri. Makin waspada kita memandang dan membuka mata, makin jelaslah nampak seluruh kenyataan hidup ini, taihiap. Pengekoran terhadap guru atau pelajaran yang lampau hanya akan membuat kita menutup mata saja, dan hal itu dapat menimbulkan penyelewengan." Kakek itu menarik napas panjang. "Dan sesungguhnya, mata sayapun baru beberapa hari saja terbuka ketika saya bermain catur melawan mendiang Bun Hwat Tosu".

Sumber : kph

Sayang Kebanyakan Manusia Tdk Bs Menikmati Keindahan Alam Di Sekitarnya, Tp Menerawang Jauh, Inginkan Yg Tdk Terjangkau Olehnya!

Betapa indahnya alam! Betapa indahnya susunan tubuh kita sendiri! Betapa indah dan juga ajaibnya keadaan diri kita sendiri dan di sekeliling kita. Akan tetapi sayang kita seperti buta terhadap itu semua. Kita tidak pernah membuka mata menikmati semua keindahan dan keajaiban itu, melainkan menerawang jauh, menginginkan hal-hal yang tidak terjangkau oleh kita. Kalau kita tinggal di tepi laut, pemandangan laut tidak lagi menarik perhatian kita karena perhatian kita diterbangkan oleh pikiran yang menginginkan pemandangan di gunung-gunung. Sebaliknya kalau kita tinggal di gunung, kita menganggap bahwa pemandangan di laut yang jauh dari kita itu lebih indah. Bagi orang-orang desa, megahnya gedung-gedung di perkotaan dan segala kemudahan mendapatkan barang di mal-mal dianggapnya hidup di kota itu sangat indah dan bagaikan sorga, padahal tentu tidak demikan halnya. Bagi warga kota, hidup di desa sangatlah tentram dengan udara bersih, bebas dari macet dan kehidupan gotong-royong dari warganya yang membuat hidup jadi tenang. Begitu seterusnya, manusia selalu berpikir hal-hal yang tidak dimilikinya dan tidak berada di dirinya!
 
Betapa bahagianya manusia yang selalu membuka mata memandang penuh perhatian akan segala sesuatu di dalam dan di luar dirinya sendiri. Dialah yang akan melihat dan dapat mendikmati segala keindahan dan keajaiban itu. Dialah yang akan menyaksikan kekuasaan Tuhan yang penuh berlimpah dengan berkah, dengan keindahan, dengan keajaiban, dengan CINTA KASIH!
 
Di kaki Pegunungan Khing-an-san, di tikungan Sungai Luan-ho, di luar tembok besar dan termasuk daerah Mongol, terdapat Lembah Naga. Lembah yang amat liar dan penuh dengan hutan lebat, binatang-binatang buas, dan jarang didatangi manusia. Memang sekali waktu ada para pemburu yang menyusup-nyusup memasuki hutan, namun mereka tidak berani sampai Lembah Naga karena lembah itu terkenal sebagai tempat keramat yang amat berbahaya. Kabar angin mengatakan bahwa di lembah itu terdapat sebuah istana yang dihuni oleh iblis-ibils dan siluman-siluman. Dan karena sudah ada beberapa orang tewas ketika berani mendekati istana itu, maka akhirnya tidak ada seorangpun pemburu yang berani memasuki daerah Lembah Naga, betapapun gagah dan beraninya pemburu itu.
 
Pemandangan di lembah ini sungguh amat menakjubkan. Jauh di bawah kaki lembah membentang luas sebuah padang rumput dan terutama karena keadaan padang ini pulalah yang membuat orang makin segan mendekati Lembah Naga. Padang itu dinamakan orang Padang Bangkai karena di sekitar padang itu terdapat banyak rangka-rangka manusia dan binatang, bahkan ada suatu bagian yang berlumpur di mana terdapat mayat-mayat manusia dan bangkai-bangkai binatang yang tidak dapat membusuk, sampai bertahun-tahun masih menjadi bangkai terbungkus lumpur. Namun, dipandang dari atas, sungguh tidak kelihatan semua kengerian itu, yang nampak hanyalah keindahan yang amat mentakjubkan. Apalagi di waktu matahari terbit atau waktu matahari tenggelam, bukan main indahnya pemandangan di kaki langit, di waktu bumi terbakar oleh sinar keemasan dan segala sesuatu nampak jelas dan indah.

Sumber : kph

Kehidupan Adalah kita, Kitalah Pokoknya, Kitalah Ujung Pangkalnya, Kitalah Dasarnya, Kitalah Sebab Akibatnya!

Manusia selalu berubah. Tidak ada kedukaan yang abadi seperti juga tidak ada kesenangan yang kekal. Juga manusia tidak selalu baik atau selalu jahat, dalam diri manusia terdapat unsur kebaikan dan unsur kejahatan ini. Sekali waktu kejahatannya menonjol, ada kalanya kebaikannya nampak. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya, pikiran kita sendirilah yang menentukan, yang menguasai seluruh kehidupan, sehingga kita diombang-ambingkan antara susah dan senang, baik dan jahat, indah dan buruk, yang timbul dari pikiran yang menilai-nilai, membanding-bandingkan semua merupakan permainan dari pikiran kita sendiri yang selalu mengejar kesenangan dan menolak kesusahan.
 
Karena perbandingan dan penilaian ini, maka terciptalah sifat-sifat kebaikan, susah senang, baik jahat, dan sebagainya. Dan sifat-sifat kebaikan inilah yang menimbulkan adanya kebaikan tunggal, kebalikan abadi yang menguasai dan menyengsarakan kehidupan, yaitu kebalikan antara cinta dan benci. Yang menyenangkan atau dianggap menyenangkan kita cinta, sebaliknya yang kita anggap menyusahkan kita benci. Maka terjadilah pertentangan, permusuhan kelompok, bangsa, dan perang! Dapatkah kita terbebas dari cengkeraman pikiran yang menilai dan membandingkan?
 
Mungkin dapat kalau kita bebas dari keinginan untuk mengejar kesenangan. Segala macam KEINGINAN, dalam bentuk apapun juga, adalah MENYESATKAN. Ingin baik, ingin bebas, ingin suka, ingin damai dan sebagainya, pada hakekatnya adalah INGIN SENANG! Betapapun tinggi dan mulianya nampaknya yang diinginkan itu, tetap saja itu merupakan keinginan untuk mencapai kesenangan, baik kesenangan batin maupun kesenangan lahir. Dan setiap pengejaran kesenangan, dalam bentuk apapun juga, pasti mendatangkan konflik dan ada yang menghalangi, ada yang merintangi, timbullah kekerasan dan pertentangan, timbullah rasa benci dan permusuhan. Betapa banyaknya hal ini terjadi di sekeliling kita! Betapa memang demikianlah hidup ini.
 
Contohnya, seorang pendeta bertapa untuk mencari kedamaian. Ini merupakan suatu keinginan, ingin mencapai kedamaian. INGIN SENANG! Karena kalau dalam keadaan damai, dianggapnya akan senang. Karena itu, setiap ada gangguan dalam pertapaannya, dia akan menentang si pengganggu ini dan terjadilah permusuhan. Dengan sendirinya kedamaian yang dicari-cari itupun hancur lebur! Betapa banyaknya hal ini dilihat dalam kehidupan kita sekarang ini! Bangsa-bangsa berteriak-teriak mencari perdamaian, INGIN DAMAI, yang berarti ingin senang pula! Bukan enggan perang, melainkan ingin damai, ingin senang. Maka, dalam mengejar perdamaian ini, kalau perlu dengan jalan perang!
 
Dan kalau sudah perang, mana ada perdamaian? Padahal, perdamaian tidak perlu dikejar, tidak perlu dicari. Hentikan perang, jangan berperang, maka tanpa dicari sudah ada kedamaian itu! Demikian pula dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita terlalu banyak MENGINGINKAN hal-hal yang tidak ada. Kita tidak mau membuka mata akan kehidupan kita sehari-hari, tidak mau memandang keadaan kita setiap saat, lahir batin. Kita INGIN sabar, padahal kita pemarah. Sama seperti ingin damai tapi dalam keadaan perang tadi. Kalau kita mengenal diri sendiri, melihat kemarahan sendiri, penglihatan ini menyandarkan dan menghentikan marah itu. Kalau sudah tidak ada marah perlukah belajar sabar lagi?
 
Kita manusia sebagai perorangan, sebagai kelompok, sebagai bangsa, agaknya lupa bahwa segala sumber peristiwa berada di dalam diri kita sendiri. Kuncinya berada dalam diri kita sendiri. Akan tetapi kita selalu mencari ke luar. Kita tidak mau mempelajari diri sendiri dalam hubungannya dengan kehidupan. Kehidupan adalah kita, kitalah pokoknya, kitalah, ujung pangkalnya, kitalah dasarnya, kitalah sebab akibatnya. Kita lebih suka mempelajari orang lain, mencari-cari kesalahan orang lain dan mencari kesenangan untuk diri sendiri belaka selama hidup. Maka tidaklah aneh kalau selama hidup kita diombang-ambingkan oleh gelombang kehidupan penuh suka-duka, jauh lebih banyak dukanya dari pada sukanya. Maukah kita menyadari semua ini dan mulai meneliti diri sendiri. Bercermin sepanjang hari setiap saat? Bercermin lahir batin? Kapan dimulai? SEKARANG JUGA!
 
Sang waktu berlalu terus tanpa memperdulikan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Matahari timbul tenggelam setiap hari tanpa memperdulikan segala yang terjadi, bebas tanpa ikatan, melalui jalan kehidupan dengan wajar. Itulah ABADI! Apapun yang terjadi atas dirinya, ada maupun tidak ada, begini maupun begitu, tidak mempengaruhinya. Tidak ada kemarin, tidak ada esok, yang ada hanya SEKARANG. Dan sekaranglah abadi!

Sumber : kph

Sejak Jaman Dulu Sampai Sekarang Kemajuan Lahiriah Maju Sangat Pesat! Tapi Kemunduran Rohaniah Sangat Pesat Pula Mundurnya!

Tak dapat disangkal pula bahwa manusia merupakan makluk yang paling pandai di antara semua makluk hidup dan sudah telah memperoleh kemajuan yang amat hebat dalam soal kebendaan, soal jasmaniah, soal lahiriah. Kemajuan-kenajuan pesat yang mentakjubkan telah dicapai oleh manusia dengan segala keajaiban tehnik. Akan tetapi, sungguh sayang, kemajuan jasmaniah ini tidak disertai kemajuan rohaniah, kemajuan lahiriah tidak diimbangi kemajuan batiniah. Bahkan sebaliknya malah! Justeru kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang lahiriah ini seolah-olah menjadi penghambat kemajuan batiniah, bahkan telah membuat manusia mundur dalam bidang rohani. Kalau kita bandingkan betapa beberapa ratus tahun yang lalu manusia masih mempergunakan gerobak yang ditarik kuda dan kini manusia mempergunakan kendaraan-kendaraan bermesin yang hebat-hebat, bahkan dapat terbang dengan kecepatan melebihi suara, jelaslah bahwa manusia telah memperoleh kemajuan yang amat hebat di bidang kebendaan di banding lahiriah. Akan tetapi, kalau kita bandingkan pula keadaan batiniah manusia ketika masih berkendaraan gerobak dengan batin manusia sekarang, jelas pula nampak bahwa di bidang ini kita mengalami kemunduran hebat! Kejahatan makin merajalela. Permusuhan antara manusia makin menghebat. Perang makin mengganas.
 
Bunuh-membunuh makin menguasai seluruh negara di bagian dunia manapun juga. Mengapa demikian? Apakah justeru kemajuan lahiriah itu yang menyeret manusia mundur dalam bidang batiniah? Apakah kemajuan di bidang kebendaan itu telah mendatangkan kebahagiaan kepada manusia? Kita dapat membuka mata melihat kenyataan dan jawabannya jelas: Tidak! Kemajuan di bidang kebendaan jelas tidak mendatangkan kebahagiaan. Bukan berarti bahwa kita tidak semestinya maju dalam bidang kebendaan. Sama sekali tidak! Akan tetapi kita tidak pernah mau meneliti dan menyelidiki tentang kehidupan batiniah kita. Kita terlampau dibuai oleh kemajuan lahir yang kesemuanya ditujukan kepada pencapaian kesenangan yang sebanyak dan sebesar mungkin! Kita lupa bahwa makin dikejar, kesenangan itu makin mencengkeram kita, makin membuat kita haus. Nafsu tak pernah dapat dipuaskan, karena sekali dituruti, akan terus menyeret kita untuk mendapatkan yang lebih banyak dan lebih besar lagi. Dan justeru pengejaran kesenangan inilah yang menjerumuskan kita ke dalam segala bentuk kejahatan!
 
Seluruh kehidupan kita telah dikuasai dan dipengaruhi oleh hasrat yang satu, yaitu ingin senang! Hasrat ingin senang ini sampai-sampai menyelinap ke dalam soal-soal yang kita namakan bidang rohaniah, sehingga sebagian besar dari kita memasuki suatu agama, suatu partai, suatu golongan, suatu kelompok kebatinan, hanya terdorong oleh hasrat INGIN SENANG inilah! Marilah kita membuka mata meneliti dan mengamati diri sendiri. Tidaklah di balik semua usaha kerohanian kita itu tersembunyi hasrat itu yang terselubung? Hasrat ingin menjadi orang baik, ingin bebas, ingin menjadi saleh, yang kesemuanya merupakan bentuk terselubung dari hasrat INGIN SENANG. Dan selama terdapat pamrih ingin senang, berarti semua tindakan yang berpamrih mementingkan diri sendiri sudah pasti akan mendatangkan konflik. Karena itulah muncullah agamaKu, negaraKu, partaiKu, keluargaKu, kelompokKu, TuhanKu, dan selanjutnya yang semuanya hanya berdasarkan kepada kesenanganKu, oleh karena itu kalau kesenanganku sampai diganggu aku menjadi marah, benci, dan siap untuk membunuh atau dibunuh! Perang! Ingin senang! Apakah hidup ini lalu harus menjauhi kesenangan, menolak kesenangan lalu hidup bertapa di gunung-gunung, di guha-guha, atau mengasingkan diri di biara-biara. Sama sekali tentu tidaklah demikian!
 
Kita lupa bahwa menjauhi kesenangan seperti itu, bertapa dan sebagainya, pada hakekatnya juga masih MENCARI KESENANGAN dalam bentuk lain, menginginkan kesenangan yang kita anggap lebih luhur! Segala macam bentuk pencarian, segala bentuk daya upaya, pada hakekatnya terdorong oleh rasa ingin senang itu, bukan? Baik kesenangan itu kita tingkat-tingkatkan sebagai kesenangan rendah, sedang atau tinggi atau luhur, tetap saja pada dasarnya kita ingin senang! Dan selama ada KEINGINAN untuk senang, maka sudah pasti timbul konflik, timbul pertentangan, karena keinginan yang dihalangi menimbulkan marah dan kebencian, keinginan yang tidak tercapai menimbulkan kekecewaan dan kedukaan, sebaliknya keinginan yang tercapai tidak akan mendatangkan kepuasan abadi, melainkan mendatangkan kepuasan sesaat saja yang kemudian ditelan oleh keinginan yang lebih besar lagi.
 
Kesenangan bukanlah hal yang jahat atau buruk. Manusia hidup berhak untuk senang! Kita mempunyai panca indra yang dapat merasakan kesenangan itu, dapat menikmati apa yang dinamakan kesenangan itu sehingga mata kita dapat menikmati keindahan setangkai bunga, telinga kita dapat menikmati kicau burung, hidung kita dapat menikmati keharuman bunga, mulut kita dapat menikmati asin, manis, gurih, dan sebagainya lagi. Anugerah sudah berlimpah! Akan tetapi, segala kesenangan yang sebenarnya bukan kesenangan, melainkan kebahagiaan hidup ini, akan berubah menjadi kesenangan yang ingin kita ulang-ulangi, ingin kita peroleh sebanyak dan sebesar mungkin kalau kita MENYIMPAN pengalaman yang nikmat itu ke dalam ingatan! Maka lahirlah keinginan untuk senang, dan muncullah pengejaran kesenangan! Semua ini dapat kita sadari sepenuhnya kalau kita waspada dan mau mengamati diri sendiri setiap saat tanpa penilaian, tanpa usaha mengubah, hanya mengamati saja penuh pengertian, penuh kewaspadaan, yaitu diri sendiri mengamati diri sendiri.
 
Sin Liong mengalami kebahagiaan karena hidup di antara para monyet itu, dia hidup saat demi saat, tidak lagi dibuai oleh pikiran yang mengingat-ingat dan mengenangkan segala hal yang telah lalu maupun yang akan datang. Kalau lapar mencari makanan dan makan. Kalau lelah beristirahat, kalau mengantuk tidur, kalau kepanasan atau kehujanan berteduh, habis perkara! Yang ada hanya tantangan-tantangan hidup yang muncul seketika dan ditanggulangi seketika pula. Tidak ada pikiran mengkhawatirkan masa depan dan tidak ada pikiran menyesali masa lalu!

Sumber : kph