Kamis, 25 Desember 2014

Kura-kura vs Kelinci

Kita bisa belajar dari dari kisah kura-kura dan kelinci dibawah ini. Masing-masing mensykuri kelebihan yang mereka miliki dan ketika diwujudkan dalam kerjasama, hasilnya menjadi lebih bahkan sangat baik.

Dikisahkan seekor kelinci berlomba adu cepat dengan kura-kura. Singkat cerita lombapun dimulai. Ketika sudah merasa bisa meninggalkan kura-kura, sang kelinci bristirahat dan akhirnya tertidur. Bahkan ketika kura-kura berjalan melewatinya sang kelinci pun tak mengetahuinya. Jadilah kura-kura juara. Pada tahap ini berlaku filosofi alon-alon asal klakon , mampu mengalahkan orang yang santai dan berleha-leha.

Sang kelinci pensaran dan menantang lomba lagi. Kali ini dia berlari penuh semangat secepat ia mampu melakukannya. Dia fokus pada tujuan yang hendak dicapai yaitu finish. Strategi ini membuat kelinci menang. Hal ini membuktikan bersungguh sungguh, fokus dan penuh semangat akan mampu mengalahkan prinsip alon-alon tadi. Kali ini kura-kura yang menantang kelinci untuk berlomba kembali. Syaratnya, kura-kura yang menentukan rutenya. Awalnya kelinci lebih cepat, namun tiba-tia ia kehabisan akal ketika ia harus menyeberangi sungai. Maka kura-kura pun menang, karena ia mempergunakan dengan baik kemampuan dan kelebihan yang ia miliki. Jadi, kalau ingin bersaing dengan orang-orang yang bersungguh-sungguh, punya semangat, dan memilki tujuan yang jelas, maka kita harus mengenal baik apa yang menjadi kelebihan kita ( core competence) .

Sang kelinci sedih karena kalah lagi. Kura-kura menyapa, "Bagaimana kalau besok kita berlomba bersama. Bila di darat kau gendong aku dan bila di sungai aku menggendong engkau." Kelinci menyetujui. 

Hasilnya, mereka mampu mencapai finis lebih cepat dan sama2 menjadi juara. Itulah, kerja sama tim yang didukung oleh anggota tim yang memiliki gairah, semangat, dan fokus. Siapa memiliki core competence ia akan menghasilkan sesuatu yang jauh lebih baik, lebih cepat, dan lebih berkualitas. Insya Allah.

Begitu juga dengan kehidupan, Hendaknya kita selalu berkolaborasi untuk meraih tujuan sesuai ekpektasi yang telah ditetapkan.

Sabtu, 13 Desember 2014

Hari istimewa

Setiap harimu adalah hari istimewa

Sahabatku membuka laci tempat istrinya menyimpan
pakaian dalam dan membuka bungkusan berbahan sutra
"Ini, ......", dia berkata, "Bukan bungkusan yang
asing lagi". Dia membuka kotak itu dan memandang
pakaian dalam sutra serta kotaknya. "Istriku
mendapatkan ini ketika pertama kali kami pergi ke New
York, 8 atau 9 tahun yang lalu. Dia tidak pernah
mengeluarkan bungkusan ini. Karena menurut dia,
hanya akan digunakan untuk kesempatan yang istimewa.
Dia melangkah dekat tempat tidur dan meletakkan
bungkusan hadiah didekat pakaian yang dia pakai ketika
pergi ke pemakaman. Istrinya baru saja meninggal.

Dia menoleh padaku dan berkata :
"JANGAN PERNAH MENYIMPAN SESUATU UNTUK KESEMPATAN ISTIMEWA, SETIAP HARI DALAM HIDUPMU ADALAH KESEMPATAN YANG ISTIMEWA !"

Aku masih berpikir bahwa kata-kata itu akhirnya
mengubah hidupku. Sekarang aku lebih banyak membaca
dan mengurangi bersih-bersih. Aku duduk di sofa tanpa
khawatir tentang apapun. Aku meluangkan waktu lebih
banyak bersama keluargaku dan mengurangi waktu
bekerjaku. Aku mengerti bahwa kehidupan seharusnya
menjadi sumber pengalaman supaya bisa hidup, tidak
semata-mata supaya bisa survive (bertahan hidup) saja.

Aku tidak berlama-lama menyimpan sesuatu. Aku
menggunakan gelas-gelas kristal setiap hari. Aku akan
mengenakan pakaian baru untuk pergi ke Supermarket,
jika aku menyukainya. Aku tidak menyimpan parfum
specialku untuk kesempatan istimewa, aku
menggunakannya kemanapun aku menginginkannya.
Kata-kata "Suatu hari " dan Satu saat nanti
....."sudah lenyap dari kamusku. Jika dengan melihat,
mendengar dan melakukan sesuatu ternyata bisa menjadi
berharga, aku ingin melihat, mendengar atau
melakukannya sekarang.

Aku ingin tahu apa yang dilakukan oleh istri temanku
apabila dia tahu dia tidak akan ada di sana pagi
berikutnya, ini yang tak seorangpun mampu
mengatakannya. Aku berpikir, dia mungkin sedang
menelepon rekan-rekannya serta sahabat terdekatnya.
Barangkali juga dia menelpon teman lama untuk
berdamai atas perselisihan yang pernah mereka lakukan. Aku suka
berpikir bahwa dia mungkin pergi makan Martabak
Spesial, makanan favoritnya. Semua ini adalah hal-hal
kecil yang mungkin akan aku sesali jika tak aku
lakukan, jika aku tahu waktu sudah dekat.

Aku akan menyesalinya, karena aku tidak akan lebih
lama lagi melihat teman-teman yang akan aku temui,
juga surat-surat yang ingin aku tulis Suatu hari
nanti". Aku akan menyesal ! dan merasa sedih, karena
aku tidak sempat mengatakan betapa aku mencintai
orangtuaku, saudara-saudaraku dan teman2ku.

Sekarang, aku mencoba untuk tidak menunda atau
menyimpan apapun yang bisa membuatku tertawa dan
bisa membuatku menikmati hidup. Dan, setiap pagi, aku
berkata kepada diriku sendiri bahwa hari ini akan
menjadi hari istimewa. Setiap hari, setiap jam, setiap
menit, adalah istimewa.

Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting


AKU TAK SELALU MENDAPATKAN APA YANG KUSUKAI,
OLEH KARENA ITU AKU SELALU MENYUKAI APAPUN
YANG AKU DAPATKAN.

Kata-kata diatas merupakan wujud syukur.
Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting.
Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa
damai, tentram dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak
bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan
selalu merasa kurang dan tak bahagia.
Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur.

Pertama :
Kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita
inginkan, bukan pada apa yang kita miliki.
Katakanlah anda telah memiliki sebuah rumah,
kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang terbaik.
Tapi anda masih merasa kurang. Pikiran anda dipenuhi
berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi
oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta
pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita
ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus
memikirkannya.

Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita
hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas,
kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya
harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi "KAYA"
dalam arti yang sesungguhnya.

Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang ''kaya''. Orang yang
"kaya" bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi
orang yang dapat menikmati apapun yang mereka
miliki.Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki
keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar
perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan
ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki.
Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang
Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan
nikmatnya hidup.Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-
sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar
Anda.

Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang
pengarang pernah mengatakan, ''Menikahlah dengan
orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang
Anda nikahi.'' Ini perwujudan rasa syukur.
Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang
mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal
sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat
seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria.
Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai
bersyukur.

Kedua:
Yang sering membuat kita tak bersyukur adalah
kecenderungan membanding-bandingk an diri kita
dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih
beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang
lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya
diri, dan lebih kaya dari kita.Rumput tetangga memang
sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan
sendiri.

Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit
jiwa.

Pasien pertama sedang duduk termenung sambil
menggumam, "Lulu, Lulu". Seorang pengunjung yang
keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang
ini.

Si dokter menjawab, "Orang ini jadi gila setelah cintanya
ditolak oleh Lulu."
Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel
lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus
memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, "Lulu,
Lulu". "Orang ini juga punya masalah dengan Lulu ?"
tanyanya keheranan.

Dokter kemudian menjawab, "Ya, dialah yang akhirnya
menikah dengan Lulu".
Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati
apa yang kita miliki.

Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang
tertinggi.
Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita
mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut
karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia.
Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, "Saya
mempunyai dua anak laki-laki.

Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup
ditanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat
bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya.
Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan
berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak
pertama saya di surga".
Bersyukurlah !

Bersyukurlah bahwa kamu belum siap memiliki segala
sesuatu yang kamu inginkan.
Seandainya sudah, apalagi yang harus diinginkan?
Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu sesuatu. Karena
itu memberimu kesempatan untuk belajar.
Bersyukurlah untuk masa-masa sulit. Di masa itulah
kamu tumbuh.

Bersyukurlah untuk keterbatasanmu. Karena itu
memberimu kesempatan untuk berkembang.
Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru. Karena itu
akan membangun kekuatan dan karaktermu.
Bersyukurlah untuk kesalahan yang kamu buat. Itu akan
mengajarkan pelajaran yang berharga.
Bersyukurlah bila kamu lelah dan letih. Karena itu kamu
telah membuat suatu perbedaan.

Mungkin mudah untuk kita bersyukur akan hal-hal yang
baik. Hidup yang berkelimpahan datang pada mereka
yang juga bersyukur akan masa surut. Rasa syukur dapat
mengubah hal yang negatif menjadi positif.Temukan cara
bersyukur akan masalah-masalahmu dan semua itu akan
menjadi berkah bagimu.

Imam Abu Hanifah dan Nasehat Anak Kecil

Numan bin Tsabit atau yang biasa kita kenal dengan Abu
Hanifah, atau popular disebut Imam Hanafi, pernah
berpapasan dan terserempet dengan anak kecil yang
berjalan mengenakan sepatu kayu.

Sang imam berkata, "Hati-hati nak dengan sepatu kayumu
itu.. Jangan sampai kau tergelincir."

Anak kecil ini pun tersenyum dan mengucapkan terima
kasih atas perhatian Abu Hanifah.

"Bolehkah saya tahu namamu, tuan?" tanya si anak kecil.
"Nu'man namaku," jawab sang imam.

"Jadi, tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar Al-
Imam Al-A'zhom (Imam Agung) itu..?" tanya si anak kecil.

"Bukan aku yang memberi gelar itu, masyarakatlah yang
berprasangka baik dan memberi gelar itu kepadaku."

"Wahai Imam, hati-hati dengan gelar mu itu. Jangan
sampai tuan tergelincir ke neraka krn gelar."

"Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkan aku di
dunia. Tapi gelar mu itu dapat menjerumuskan mu ke
dalam api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan
menyertainya."

Ulama besar yang diikuti banyak umat Islam itu pun
tersungkur menangis. Imam Abu Hanifah (Hanafi)
bersyukur. Siapa sangka, peringatan datang dari lidah
seorang anak kecil.

Betapa banyak manusia tertipu karena pangkat,
kedudukan, jabatan. Jangan kita jadikan gelar di dunia
untuk keangkuhan.

Ya Karim!
Semoga kita menjadi orang yang lebih bertanggung jawab
lagi.