Tinggal Bhok Cun Ki yang masih duduk dan berulang kali menghela napas panjang, ditemani Cu Sui ln. "Aihh,
mengapa cinta selalu mendatangkan duka kepada manusia? Kita berdua
menderita banyak kesengsaraan, terutama engkau, karena cinta. Sekarang
anak kita, gadis yang masih bersih dari pada noda, terpaksa harus
menderita pula karena cinta."
"Akan tetapi, biar
dahulu menderita, sekarang aku menemui kebahagiaan. Akan tetapi
bagaimana dengan anak kita Ci Hwa? Hemm, kalau tidak kau larang, sudah
kubunuh pemuda yang berani menolak cintanya itu!"
Bhok Cun
Ki tersenyum. Wanita yang sejak dahulu dicintanya ini, biarpun hidup
sebagai puteri datuk dan selalu terbiasa dengan kekerasan, namun pada
hakekatnya memiliki watak yang baik. Ia menganggap Ci Hwa sebagai
puterinya sendiri.
“Hemmmm, cinta ......., apa sih sebenarnya cinta itu? Cinta membuat orang hari ini tertawa senang, besoknya menangis susah. Cinta mendatangkan cemburu, kemarahan, bahkan kebencian. Cinta, siapakah sebenarnya kamu dan apa sebenarnya perasaan yang selalu mempermainkan hati setiap orang manusia ini?
Tidak perduli pria atau wanita, pintar atau bodoh, kaya atau miskin,
semua menjadi permainan cinta dan setiap orang pernah atau akan
menderita karena cinta!"
Ucapan Bhok Cun Ki yang seperti ditujukan kepada dirinya sendiri itu, membuat isterinya, Cu Sui In, ikut pula duduk termenung.
Keduanya tenggelam ke dalam renungannya sendiri tentang cinta yang
kalau diukur lebih dalam dari pada samudera dan lebih tinggi dari pada
langit itu.
Renungan tentang cinta dilakukan orang sepanjang masa, sejak jaman nenek moyang kita dahulu sampai kini.
Namun, adakah manusia yang pernah menemukan jawabnya yang tepat. Banyak
memang pendapat orang tentang cinta, akan tetapi apakah pendapat itu
sudah dapat membuat kita mengenal cinta? Kalau mendatangkan
cemburu yang disusul kebencian dan permusuhan, apakah itu cinta? Kalau
mendatangkan kesenangan disusul kesusahan, apakah itu cinta? Ingin
memiliki dan dimiliki sendiri, itukah cinta? Menjadi pembangkit,
penyalur dan pemuasan berahi, itukah cinta? Membela dengan
mempertaruhkan nyawa, membunuh atau dibunuh seperti dalam perang membela
tanah air, itukah cinta? Mengorbankan diri untuk anak cucu,
itukah cinta? Ataukah cinta mencakup kesemuanya? Apakah cinta merupakan
kebalikan dari benci? Apakah benar bahwa cemburu menjadi kembangnya
cinta?
Kalau dilanjutkan, masih ada satu macam pertanyaan yang tak terjawab mengenai cinta. Bagaimana
mungkin hati yang tidak pernah mengenal cinta, dapat mencari apa
sebenarnya cinta itu? Hati akal pikiran ini hanya mampu menemukan
sesuatu yang pernah dikenalnya, pernah dialaminya, dapat menemukan hal
yang telah lalu.
Yang mendatangkan
cemburu, mendatangkan suka dan duka, mendatangkan kebencian dan
permusuhan, yang memuaskan berahi, yang membelenggu dalam ikatan, jelas
bukanlah CINTA, melainkan nafsu. Nafsu selalu menimbulkan keinginan
untuk mendapatkan kesenangan dan menjauhi ketidak-senangan. Nafsu selalu
mempermainkan manusia, mengombang-ambingkan manusia antara suka dan
duka, puas dan kecewa.
Nafsu membuat kita mencinta seseorang karena daya tarik yang khas, yang sesuai dengan keinginan nafsu. Kita mencinta orang karena kecantikannya atau ketampanannya, karena kekayaannya, kedudukannya, kepintarannya dan sebagainya. Kalau
yang menjadi daya tarik itu sudah luntur, maka cinta kitapun ikut
luntur karena ikatan itu mengendur. Cinta yang didorong nafsu membuat
kita ingin memiliki sendiri yang kita cinta, baik itu berupa benda,
binatang peliharaan, tanaman, atau orang. Kalau ini dilanggar,
kita cemburu, kita marah, kita benci. Kalau kita berhasil memiliki,
timbullah rangkaian yang mendatangkan penderitaan pula.
Memiliki berarti menjaga dan kehilangan!
Memiliki dapat menimbulkan kebosanan. Cantik dan indah hanya terasa
sebelum didapatkan, atau paling banyak terasa untuk jangka waktu yang
pendek saja. Sesudah itu, cantik dan indah mulai luntur kalau tidak
membosankan malah. Betapa banyaknya pasangan yang cantik dan
tampan cekcok atau bercerai. Betapa banyaknya pasangan yang kaya raya,
tidak cocok dan menderita.
Cinta yang kita puja-puja pada umumnya hanyalah permainan nafsu belaka.
Cinta kita berpamrih seperti menjadi sifat nafsu, dan permainan nafsu
tak dapat tiada menyeret kita ke dalam permainan suka duka, yang lebih
banyak dukanya dari pada sukanya. Kita mencinta untuk
mendapatkan sesuatu. Cinta kita merupakan cinta jual-beli dan setiap
jual-beli selalu mendambakan keuntungan.
Selama nafsu pamrih masih ada, cinta tidak akan ada.
Kalau nafsu dan pamrih sudah tidak ada, apakah cinta akan ada? Tak
dapat kita mengharapkan cinta, tidak dapat kita mengundang cinta. Cinta
akan datang menghampiri kita seperti air suci mengisi cawan yang sudah
kosong dan bersih!
[ Dikutip dari cersil: Asmara Pedang ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar