Kamis, 03 Februari 2011

Hanya Mereka Yang Menikah Atas Dasar SELALU "Mengejar Kesenangan" Sajalah Yang Akan Gagal Dalam Pernikahan!!

Thian Sin tidak mampu bicara lagi, hanya mengangguk-angguk dan dia merasa betapa hatinya perih dan nyeri. Setelah menerima peringatan dan nasihat-nasihat, dia lalu meninggalkan suami isteri itu dengan tubuh terasa lemah lunglai, diikuti pandang mata suami isteri itu yang merasa kasihan kepadanya.  Thian Sin menjadi sedih dan bingung. Apalagi ketika pada keesokan harinya dia mendengar dari para muda di dusun tempat tinggal Cu Ing bahwa gadis itu telah diajak pergi meninggalkan dusun oleh keluarganya, dan kabarnya akan melangsungkan pernikahan dengan tunangannya di dusun sebelah selatan. Thian Sin merasa hatinya hancur. Patah hati! 
 
Peristiwa ini merupakan pukulan batin kedua bagi pemuda ini. Pertama, ketika dia melihat ayah bundanya terbunuh, dan ketika dia menangis di depan peti-peti mati dan kuburan ayah bundanya. Rasa duka yang mengandung dendam ini menggores kalbunya, akan tetapi setelah dia mempelajari ilmu kepada Hong San Hwesio, perasaan duka dan dendam itu dapat ditekannya dengan pelajaran-pelajaran kebatinan yang diterimanya dari hwesio itu sehingga hampir tak pernah terasa lagi. Akan tetapi, sekarang, setelah dia menerima pukulan batin untuk ke dua kalinya yang cukup mendatangkan rasa nyeri dan memperbesar perasaan iba diri, maka luka lama itupun berdarah kembali! Dan diapun tak dapat menahan guncangan batin ini dan jatuh sakit! 
 
Sin Liong dan Bi Cu mengerti akan keadaan anak angkat ini, akan tetapi merekapun tahu bahwa membiarkan anak itu beristirahat dengan tenang akan menyembuhkannya, karena sesungguhnya jasmaninya tidak menderita sakit sesuatu, hanya terpengaruh oleh tekanan batin dan kekecewaan belaka. Akan tetapi, Han Tiong merasa khawatir sekali dan pemuda ini boleh dibilang siang malam menjaga adik angkatnya, merawatnya dengan penuh perhatian dan sikap kakak angkat ini, sikap yang tidak dibuat-buat melainkan yang keluar dari kasih sayang murni, merupakan obat dan penghibur yang manjur bagi Thian Sin karena pemuda ini dapat melihat bahwa ada orang lain yang masih benar-benar amat menyayangnya, yaitu Han Tiong! 
 
Betapa menyedihkan melihat bahwa yang kita sebut-sebut cinta itu hampir selalu, atau sebagian besar, berakhir dengan kedukaan! Kalau ada seorang muda dan seorang mudi saling jatuh cinta, terdapat suatu daya tarik yang amat kuat di antara mereka. Daya tarik ini antara lain diciptakan oleh kecocokan selera, akan kecantikan atau ketampanan wajah, kecocokan watak masing-masing, lalu dipupuk dan diperkuat oleh pergaulan yang semakin akrab. Semua ini menciptakan daya tarik yang mendorong mereka untuk selalu saling berdekatan karena kehadiran masing-masing merupakan hal yang menyenangkan. Tentu saja semua itu didasari lebih dulu oleh daya tarik antar kelamin yang sudah terbawa semenjak lahir. Kemudian, mereka merasa saling jatuh cinta! Sayangnya, rasa cinta ini selalu ditunggangi oleh nafsu ingin menyenangkan diri belaka sehingga timbullah nafsu ingin menguasai, ingin memiliki, dan yang paling kuat adalah nafsu sex. Setelah demikian, mulailah bermunculan perangkap-perangkap yang akan menjebak kita ke dalam kedukaan, melalui hubungan cinta kasih yang sebenarnya amat suci itu. 
 
Dua orang muda-mudi saling mencinta dan penunggangan nafsu ingin menguasai, itulah yang menimbulkan duka kalau mereka berdua berhalangan menjadi suami isteri, atau kalau yang disebut "cinta" mereka itu "gagal" di tengah jalan. Cinta gagal ini, atau lebih jelas hubungan yang terputus ini mendatangkan patah hati yang berarti kedukaan dan kesengsaraan. Apakah kalau mereka sampai dapat menjadi suami isteri lalu cinta mereka itu menjadi kekal dan apakah hal itu dapat mendatangkan kebahagiaan? Dapat kita lihat kepahitan yang nyata di sekeliling kita! Betapa banyaknya terjadi perceraian antara suami isteri yang katanya dulu sangat saling mencinta, bahkan yang sudah mempunyai anak-anak! Perceraian yang timbul karena cemburu, karena penyelewengan, karena percekcokan, pendeknya karena KEKECEWAAN masing-masing dalam hubungan antara mereka itu. Lalu ke manakah larinya "cinta" yang mereka ikrarkan bersama dahulu? Lalu ke mana lenyapnya sumpah di antara mereka ketika mereka masih saling "mencinta"? Seolah-olah cinta hanyalah sesuatu yang bersifat sementara saja! Yang bersifat sementara ini sesungguhnya hanyalah KESENANGAN. Hanya mereka yang menikah atas dasar "mengejar kesenangan" sajalah yang akan gagal dalam pernikahan mereka, karena kesenangan yang dikejar itu selalu akan jalan bersama dengan kesusahan, kepuasan dengan kekecewaan. Mengejar kesenangan berarti ingin selalu memperoleh kesenangan, sehingga kalau dalam pernikahan itu muncul hal yang tidak menyenangkan, maka pernikahan itu pun gagal. Dan itu masih kita beri kedok yang kita namakan "cinta"! Betapa menyedihkan dan betapa pahit kenyataan hidup ini.

Sumber : kph

Tidak ada komentar:

Posting Komentar